TEMPO.CO, Canberra - Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Canberra, menggelar pertunjukan wayang kulit dalam bahasa Inggris yang terbesar di Australia, Sabtu, 28 Mei 2016.
Lakon Brajadenta-Brajamusti yang dibawakan oleh Dalang Djoko Susilo, berhasil memukau para penonton yang memadati Pusat Budaya Australian National University (ANU), yang berkapasitas 300 orang.
Ki Dalang Djoko Susilo adalah warga negara Indonesia yang sudah puluhan tahun menjadi pengajar di Fakultas Musik di Universitas Otago di Selandia Baru. Selama ini, Djoko sudah terkenal sebagai dalang yang piawai memainkan wayang dalam Bahasa Inggris.
Saat pertunjukan berlangsung, para penonton berulang kali tertawa terbahak-bahak dengan berbagai lelucon yang disuguhkan.
“This is a fantastic puppet show,” kata Allaister, mahasiswa ANU asal Melbourne yang mengambil spesialisasi Bahasa Indonesia, seperti dikutip dalam rilis KBRI Canberra yang diterima Tempo, Minggu, 29 Mei 2016. Pengunjung lainnya, Jim, pria asal Adelaide, mengaku sangat menikmati pertunjukan meski baru kali ini menyaksikan wayang kulit secara langsung.
Yang menarik, para pemain gamelan pengiring pertunjukan, selain staf KBRI dan KJRI, sebagian besar di antaranya adalah warga Australia. Mereka berasal dari berbagai negara bagian seperti Victoria, New South Wales, dan Western Australia, Australian Capital Territory yang secara khusus datang ke Canberra untuk menyukseskan acara ini. Ada yang profesor fisika, pengacara, pegawai negeri hingga murid sekolah menengah atas Australia.
Pemain gamelan termuda, Ayu Hancock, adalah siswa kelas 9 di Alfred Deakin High School, Canberra. Dia mengaku sangat menikmati saat-saat memainkan instrumen gamelan. Meski di awal-awal latihan dirasa sulit dan berat, namun kini Hancock justru dipercaya memainkan salah satu jenis alat musik gamelan yang berirama cepat.
Semua pemain gamelan berpakain tradisional Jawa. Yang wanita mengenakan kebaya, sedangkan yang laki-laki beskap serta blangkon. Selama pertunjukkan yang berlangsung dua jam, sejumlah lagu Jawa populer, seperti Perahu Layar dan Gambang Suling dimainkan secara apik.
“Kesenian wayang kulit memiliki kisah-kisah heroik yang mengandung filsafat atau nilai-nilai kehidupan yang sangat tinggi,” kata Duta Besar RI Nadjib Riphat Kesoema saat membuka pertunjukan.
Adapun koordinator pagelaran wayang kulit, Ronny R. Noor, Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) KBRI Canberra mengatakan kegiatan ini merupakan bagian dari soft diplomacy Indonesia, disamping program pelajaran Bahasa Indonesia.
Pertunjukan wayang kulit ini diselenggarakan oleh KBRI Canberra bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI serta ANU School of Culture, History and Language.
Simon Haberle, Direktur School of Culture, History, and Language ANU mengaku sangat bangga kampusnya dipilih sebagai tempat pagelaran wayang kulit terbesar yang pernah diadakan di Australia ini. Menurut Haberle, pertunjukan wayang kulit ini juga menjadi kuliah langsung bagi para mahasiswa.
Para penonton terdiri atas pejabat tinggi Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia, akademisi, pengusaha, para duta besar negara sahabat, mahasiswa hingga anak-anak. Semuanya antusias melihat dari dekat kesenian kebanggaan Indonesia, yang sejak 2003 masuk dalam daftar salah satu warisan budaya dunia UNESCO tersebut.
NATALIA SANTI