TEMPO.CO, Jakarta - Duta Besar Venezuela untuk Indonesia, Gladys F. Urbaneja Duran, optimistis negaranya dapat meningkatkan kerja sama dengan Indonesia, terutama dalam bidang perdagangan, energi, dan pariwisata.
“Akan ada pertemuan gabungan tingkat tinggi keempat dalam waktu dekat,” kata Duran dalam jumpa pers, 25 Mei 2016.
Duta Besar Duran memastikan situasi negaranya tidak seburuk seperti yang ditulis media-media internasional. Pemerintah Presiden Nicholas Maduro menduga, kalangan oposisi Venezuela dan internasional, terutama Amerika Serikat, sengaja merekayasa pemberitaan agar negaranya tampak buruk dan bangkrut.
Menurut duta besar yang baru bertugas selama 4 bulan di Indonesia itu, perang ekonomi dilancarkan sejak Presiden Hugo Chavez wafat pada 5 Maret 2013. Kampanye yang mencemarkan nama baik Venezuela dilakukan media-media Barat, yang kemudian diikuti media massa di Indonesia.
“Mereka merekayasa situasi, seolah-olah kami kekurangan pangan. Padahal kami bisa memproduksi pangan bagi 30 juta rakyat,” kata mantan Duta Besar Venezuela untuk Badan Pangan Dunia (FAO) tersebut. Menurut dia, mekanisme distribusi pangan Venezuela bahkan dipuji FAO.
Situasi kekurangan itu, menurut Gladys, direkayasa dengan cara mengganggu cadangan pangan serta mengirim pangan ke negara-negara tetangga, seperti Kolombia.
Selain penyelundupan makanan, pihak-pihak tertentu mengerahkan gangster dan mantan tentara bayaran Kolombia untuk membunuh pejabat dan tokoh lokal Venezuela. “Mereka juga menyabotase listrik sehingga terjadi krisis. Padahal kami merupakan negara penghasil listrik,” ucap Duran.
Pemerintah Venezuela juga mengutuk Presiden Barack Obama yang menyatakan Venezuela merupakan ancaman luar biasa bagi keamanan nasional Amerika Serikat. “Ini tidak masuk akal. Venezuela tidak punya militer yang besar. Angkatan daratnya tidak pernah melakukan invasi,” tutur Duran.
Adapun di dalam negeri, pihak oposisi berusaha meloloskan referendum untuk memaksa Maduro mundur. Menurut dia, referendum dimungkinkan oleh konstitusi. Namun hal itu harus melalui verifikasi tanda tangan, yakni 1 persen dari jumlah seluruh pemilih. Setelah itu, perlu 20 persen dari jumlah total pemilih untuk menyetujui referendum.
“Jika sampai terjadi referendum, kekuatan Bolivar akan melindungi Presiden Maduro,” ujarnya. Namun, diperkirakan, prosesnya belum akan selesai pada Desember 2016.
NATALIA SANTI