TEMPO.CO, Jakarta - Robert Cribb, pengajar di School of Culture History and Language (CHL) Universitas Nasional Australia (Australian National University) menjadi idola para mahasiswanya dari berbagai negara termasuk dari Indonesia. Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam meneguhkan Robert sebagai pioner sejarah pembantaian pengikut Partai Komunis Indonesia tahun 1965.
Robert membahas pembantaian massal 1965 dengan memberi judul pada hasil penelitiannya: The Origins of Massacre in Indonesia.
Disamping kualitas akademis Robert sehingga dijuluki Indonesianist dari Australia, penampilan dan karakternya juga membekas dalam benak rekan kerjanya dan bekas muridnya. Misalnya Herry Astaty yang mengaku kagum dengan dedikasi dengan tutur bahasa halus dan rendah hati.
"Prof Cribb adalah seorang ilmuwan yang sangat ahli dan berdedikasi di bidangnya, dicintai oleh mahasiswa dan koleganya, menguasai banyak bahasa dan budaya," kata Herry kepada Tempo melalui chatting di Facebook, Senin malam, 23 Mei 2016.
Saat Robert memberikan kuliah di Universitas Andalas, Padang, Herry hadir untuk mengikuti kuliahnya. Ia juga banyak terlibat dalam seminar yang mengikusertakan Robert. : Saya akan sangat berbahagia untuk melakukan apapun untuk seorang teman senjata seperti Robert Cribb. Beliau adalah guru sekaligus teman sejati," ujar Herry.
Baik Asvi maupun Herry memberikan dukungan kepada Robert yang mendadak dipecat oleh Dekan CHL tanpa memberikan penjelasan terlebih dahulu. Asvi bahkan mengaku ikut menandatangani petisi yang isinya meminta ANU memperkerjakan kembali Robert dan 11 staf lainnya dan membuka kembali kampus CHL.
Robert terkejut dengan dukungan yang datang dari para kolega, teman-temannya, dan mantan mahasiswanya agar ANU tidak memecat dirinya dan tidak menutup CHL yang diklaim terbaik di dunia untuk bidang studi Asia dan Pasifik.
"Saya sangat beruntung memiliki teman-teman yang setia," kata Robert kepada Maria Rita dari Tempo melalui surat elektroniknya Senin malam, 23 Mei 2016. Berikut isi wawancaranya.
Bagaimana Anda diberitahu tentang pemberhentian Anda dari CHL pada 9 Mei 2016?
Setiap staf CHL bertemu Dekan secara pribadi dan menerima berita misalnya apakah dia telah dipindahkan ke fakultas baru atau dijadwalkan untuk diberhentikan. Mereka yang akan diberhentikan kemudian bertemua dengan staf personalia untuk menerima
informasi tentang persiapan pemberhentian.Menurut saya, kami berduabelas akan diberhentikan, namun beberapa orang belum bersedia mengungkapkan apa yang terjadi.
Apakah Anda menerima putusan ANU yang memecat Anda secara sepihak?Jika tidak, apakah Anda melihat ada peluang untuk memulihkan posisi Anda dan staf lainnya?
Saat saya menerima kabar dari Dekan, saya mempersiapkan kepergian saya. Saya tahu sangat sulit melakukan perlawanan hukum atau mengubah cara pandang seorang dekan yang telah menyampaikan sikapnya.
Rekan-rekan Anda membuat petisi memprotes ANU atas pemecatan Anda dan penutupan CHL. Petisi ini dibagikan kepada rekan-rekan mereka di seluruh dunia. Apa tanggapan Anda?
Saya sangat kaget dan gembira begitu banyak teman dan rekan kerja bergabung untuk mendukung saya. Ini sinyal luar biasa betapa masih tangguh komunitas global studi Indonesia.Saya sangat beruntung memiliki teman-teman yang setia. Apa yang terjadi sekarang tidak pasti. Wakil Rektor telah memberitahukan saya bahwa dia sedang mempertimbangkan kasus ini. Saya berharap kami segera menemukan apakah akan ada perubahan.
Apa yang terjadi sebenarnya di balik keputusan ANU memecat 12 staf dan akan menutup CHL? Anda juga salah satu pendiri CHL.
CHL merupakah hasil merger Fakultas Studi Asia dengan sejumlah departemen riset Fakultas Studi Pasifik dan Asia. CHL memiliki disiplin ilmu yang luas (sastrawi, sejarah, antropologi, studi budaya, bahaa dan arkeologi), memiliki bidang penelitian yang luas (seluruh Asia dan Pasifik) dan bidang model kerja juga luas (dari hanya riset hingga belajar intensif). Keragaman ini menimbulkan kesulitan bagi kampus untuk bekerja sama dan struktur internal Fakultas sangat tidak jelas, artinya pembuatan keputusan jadi lamban dan sering tidak efektif. Ketika masalah keuangan mulai berkembang, kami tidak punya cara untuk mengatasinya. Administrasi kampus (level administrasi ini di atas Fakultas) juga membuatnya (CHL) kesulitan untuk mengambil inisiatif. Dalam kondisi seperti ini, kami jadi berutang. Sayangnya, universitas meresponsnya dengan mengurangi jumlah staf dan menutup fakultas, ketimbang mencari jalan keluar yang pantas.
Mengapa Anda tertarik mempelajari sejarah dan budaya Indonesia?
Saya belajar sejarah Indonesia di sekolah dan terpesona dengan perjuangan nasionalis Indonesia melawan Belanda. Saya terkesan dengan cara para pemimpin nasionalis menghasilkan ide-ide dan mengorganisir rakyat untuk melawan kolonialisme, dan dengan keberhasilan revolusi Indonesia melawan Belanda tahun 1940. Belakangan saya menjadi tertarik dalam hal lain khususnya tentang orang Indonesia melakukan kekerasan yang luar biasa, sementara masih berlangsung perlawanan yang sungguh mulia dari para pejuang nasional. Ini paradoks dalam sejarah Indonesia yang masih membutuhkan penjelasan utuh.
Rekan-rekan Anda mengatakan Anda sebagai Indonesianist terbaik. Apa yang Anda di benak Anda tentang predikat ini?
Ada banyak spesialis Indonesia yang hebat. Saya hanya beruntung bekerja dengan topik-topik yang disukai orang-orang.
Setelah dipecat, apa rencana Anda berikutnya? Apakah seseorang menawarkan Anda pekerjaan atau mungkin Anda akan ke Indonesia?
Saya sedang mencari kemungkinan bekerja setelah keluar dari ANU. Saya berharap dapat bekerja di wilayah Asia Tenggara. Mungkin di Indonesia, namun belum ada yang pasti. Boleh jadi ANU akan mengubah pemikirannya. Sementara ini saya memiliki banyak hal yang bisa saya tulis mengenai ASEAN, kejahatan dalam perang Jawa di Indonesia, mengenai 1965 di Indonesia, mengenai rekonsiliasi, mengenai pemilihan selama periode revolusi, dan masih banyak lagi!