TEMPO.CO, Melbourne - Papua Nugini menyatakan bahwa negara segera menutup pusat penahanan pengungsi setelah Mahkamah Agung memutuskan pusat penahanan pencari suaka Australia adalah ilegal.
Perdana Menteri Peter O'Neill dalam sebuah pernyataan Rabu, 27 April 2016, mengatakan bahwa fasilitas pengungsi di Pulau Manus, Papua Nugini, akan ditutup dan pemerintahannya akan segera meminta Australia membuat rencana mengenai keberadaan orang-orang di sana.
Pejabat Australia berusaha keras menanggapi keputusan Mahkamah Agung Papua Nugini dengan mengatakan bahwa keputusan tersebut sangat berbahaya terkait dengan penolakan kehadiran manusia perahu yang mencoba menjangkau wilayah negaranya.
Selama ini, Australia membayar Papua Nugini dan pulau milik bangsa Nauru untuk didirikan kamp penahanan pengungsi.
Menteri Imigrasi Peter Dutton, mengatakan, lebih dari 800 pria ditahan di Manus tidak akan ditempatkan kembali di Australia meskipun mendapatkan kritik keras dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dan kelompok hak asasi manusia.
Baca Juga:
"Posisi pemerintah sangat jelas bahwa kami tidak akan menerima orang-orang yang datang ke negeri kami secara ilegal dengan menggunakan perahu," kata Dutton kepada wartawan di Melbourne. "Mereka tidak akan secara tetap berada di negara kita."
Dutton menerangkan, para tahanan di Manus dapat saja kembali ke rumahnya atau ke negara lain yang bersedia menerima mereka.
AL JAZEERA | CHOIRUL AMINUDDIN