TEMPO.CO, Tokyo - Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tokyo mulai mengevakuasi 80 warga negara Indonesia yang kini mengungsi di ruang Gymnasium, Universitas Kumamoto, Rabu, 20 April 2016.
Hal ini dilakukan karena mulai hari ini, Pemerintah Jepang akan menutup shelter-shelter penampungan di Kumamoto.
"KBRI Tokyo sedang bersiap-siap mengirim logistik tahap II ke Kumamoto. Tapi, karena adanya informasi tentang penutupan shelter, kini kami berfokus terhadap evakuasi,” kata Duta Besar RI untuk Jepang, Yusron Ihza Mahendra, seperti disampaikan dalam rilis KBRI Tokyo.
Pemerintah Jepang menilai, gempa Kumamoto sudah usai sehingga shelter-shelter pengungsian tidak diperlukan lagi. Di Perfektur Oita, tetangga Perfektur Kumamoto, yang juga terkena gempa, sekolah-sekolah bahkan sudah mulai beroperasi sejak Senin lalu.
Para pengungsi di Kumamoto bingung atas kebijakan pemerintah Jepang tersebut. Sebab, di satu sisi shelter ditutup, tapi di sisi lain pemerintah setempat tidak mengizinkan masyarakat kembali ke asrama atau apartemen sebelum ada persetujuan bahwa bangunan mereka masih layak huni.
Karena itu, KBRI Tokyo memutuskan mengevakuasi 80 WNI. Dari 80 WNI tersebut, 24 di antaranya anak-anak. Evakuasi akan dilakukan KBRI Tokyo bekerja sama dengan Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Fukuoka dan Hiroshima.
Rencananya, 32 warga ditampung di Masjid Kumamoto, 15 warga akan pulang ke Indonesia, 19 warga akan ditampung oleh Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Fukuoka, sembilan warga akan ditampung oleh PPI Hiroshima, dan lima warga akan ditampung oleh KBRI di Tokyo.
KBRI Tokyo memberikan fasilitas kendaraan bagi WNI yang akan dievakuasi ke Hiroshima, yang dapat ditempuh dengan waktu 6 jam. Sedang ke Tokyo menempuh waktu 24 jam. Sementara itu, evakuasi ke Fukuoka, yang relatif dekat dari Kumamoto, akan dilakukan oleh PPI Fukuoka.
Dua gempa berkekuatan 6,3 dan 7,4 skala Richter mengguncang Kumamoto dua pekan lalu, menelan korban sedikitnya 42 orang, sedangkan sekitar 2.000 lainnya luka-luka.
NATALIA SANTI