TEMPO.CO, Damaskus - Serangan udara terhadap dua pasar di Suriah menewaskan lebih dari 50 orang. Keterangan tersebut disampaikan penduduk setempat kepada Al Jazeera.
Gempuran udara mematikan yang berlangsung di sebelah barat daya Suriah itu tergolong serangan paling buruk sejak disepakatinya perjanjian gencatan senjata pada akhir Februari 2016. "Ini adalah serangan terburuk sejak disepakatinya senjata pada akhir Februari 2016," kata Rami Abdulrahman, Direktur Syrian Observatory for Human Rights.
Kelompok oposisi yang bergabung dengan blok Komite Negosiasi Tertinggi (HNC) mengumumkan delegasinya meninggalkan meja perundingan dengan pemerintah Suriah di Jenewa. Sebab, dalam perundingan tidak ada kemajuan yang dibuat.
Riad Hijab, Kepala HNC, sebelumnya telah memperingatkan bahwa delegasinya akan meninggalkan Swedia jika serangan terhadap kota-kota yang dikuasai pemberontak tidak dihentikan.
Belum begitu jelas, siapa pelaku serangan pada Selasa, 10 Februari 2016, itu. Apakah pasukan Suriah atau jet tempur Rusia yang dikerahkan ke Suriah untuk mendukung Presiden Bashar al-Assad.
Menurut tim penyelamat, lebih dari 40 orang tewas di Kota Maarat al-Numan, kawasan yang dikuasai pemberontak di Provinsi Idlib. Adapun sepuluh korban tewas lainnya disebabkan serangan udara di sebuah pasar di dekat Kota Kafr Nubl. Kata sumber Al Jazeera, korban tewas akibat serangan udara itu meliputi anak-anak.
"Kami memiliki lebih dari 20 mobil untuk mengangkut korban tewas dan cedera untuk dibawa ke rumah sakit di kawasan tersebut," ujar Ahmad Sheikho, anggota korps pertahanan sipil yang beroperasi di daerah yang dikuasai oposisi. "Serangan udara itu menghantam pasar pusat sayur-mayur di Maarat al-Numan pada siang hari. Sedangkan gempuran udara lainnya terjadi pada saat yang sama di Kafr Nubl."
AL JAZEERA | CHOIRUL AMINUDDIN