TEMPO.CO, Bandung - Gempa bumi di Jepang yang terjadi dua kali secara berurutan tergolong langka. Gempa pertama berskala magnitudo 6,2 ternyata merupakan guncangan pembuka sebelum gempa kedua pada 28 jam berikutnya dengan skala 7.
“Gempa yang kedua bukan susulan, melainkan gempa utama, ini kejadian langka,” kata Irwan Meilano, pakar gempa bumi dari Institut Teknologi Bandung, Ahad, 17 April 2016.
Gempa Kumamoto di Jepang dengan skala magnitudo 6,2-6,4 pada 14 April terjadi pada pukul 21.27 waktu setempat. Menurut Irwan, lindu terjadi akibat sesar geser dengan pergerakan dominan mendatar. Dengan kedalaman yang dangkal, gempa dirasakan sampai intensitas VIII dan berpotensi merusak.
Japan Meteorological Agency melaporkan gempa darat tersebut berjarak sekitar 12 kilometer arah selatan Kumamoto dengan kedalaman 10 kilometer. Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono menyebutkan pemicu gempa itu diduga aktivitas sesar aktif Futagawa.
Selang 28 jam kemudian, pada 16 April pukul 01.25 waktu setempat, datang gempa berikutnya yang lebih besar dengan skala magnitudo 7. Gempa itu juga memiliki mekanisme sesar geser mendatar. “Intensitas gempa ini mencapai IX sehingga sangat merusak,” kata Irwan. Jumlah korban meninggal sampai Ahad, 17 April, dilaporkan mencapai 41 orang.
Menurut Irwan, penyebab terjadinya guncangan yang sangat keras adalah magnitudo gempa yang besar, kedalaman sumber gempa yang dangkal, juga lapisan sedimen yang lunak sehingga memperkuat tingkat guncangan gempa. Irwan tak sependapat dengan sebutan gempa kedua di Jepang itu sebagai susulan. “Sebutan gempa susulan ada kaidahnya, seperti makin kecil,” ujar doktor ilmu kebumian dari Nagoya University 2006 itu.
Peristiwa gempa beruntun yang langka itu pernah terjadi di California, Amerika Serikat. Adapun di Indonesia, diketahuinya, pernah terjadi gempa ganda yang bersamaan dengan skala magnitudo hampir sama, yakni di Solok dan Mentawai, pada 2007.
Kesamaan bencana akibat gempa di Jepang dengan potensi serupa di Indonesia, kata Irwan, adalah kondisi lapisan sedimen di bawah beberapa kota besar, seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Tanah sedimentasi itu mengakibatkan penguatan guncangan lindu.
ANWAR SISWADI