TEMPO.CO, Siprus - Seorang pembajak pesawat EgyptAir dengan nomor penerbangan MS 181 mengajukan beberapa tuntutan kepada negosiator. Ibrahim Samaha, 27 tahun, pembajak itu, menuntut status suaka politik di Siprus.
Samaha, seperti dikutip dari Dailymail.co.uk, memiliki dua kewarganegaraan, Amerika dan Mesir. Selain itu, Samaha ternyata seorang profesor pada bidang obat-obatan hewan di Universitas Alexandria, Mesir. Ia juga memberikan perkuliahan di Amerika.
Selain menuntut status suaka politik, Samaha menitipkan empat lembar surat kepada negosiator. Surat itu untuk diberikan kepada istrinya yang tinggal di Siprus.
Baca juga: Dibajak, EgyptAir Tujuan Kairo Mendarat di Siprus
Saat melakukan negosiasi, Samaha tetap menyandera sebelas orang, termasuk empat warga asing, dan semua awak pesawat. Selebihnya sudah dibebaskan oleh para pembajak.
Belum diketahui pasti jumlah pembajak. Mereka membajak pesawat EgyptAir MS181 yang membawa 62 penumpang, termasuk delapan warga Inggris, sepuluh warga Amerika, serta awak pesawat.
Saat pesawat akan terbang dari Alexandria menuju Kairo pada pukul 07.40 waktu setempat, pembajak memaksa pesawat terbang ke Siprus.
Samaha memaksa seorang penumpang mengenakan sabuk yang berisi bom. Ia juga memerintahkan pilot Kapten Omar Jamal untuk terbang ke Turki. Namun batal karena bahan bakar sudah tak cukup.
Aparat keamanan bandara di Larnaca, Siprus, berjaga ekstra ketat. Namun muncul pertanyaan bagaimana pembajak itu dapat masuk ke pesawat mengenakan sabuk bunuh diri tersebut.
DAILY MAIL | MARIA RITA