TEMPO.CO, Seoul - Pengadilan Negeri Seoul, Korea Selatan memutuskan perkara Carsim, mantan tenaga kerja Indonesia (TKI) yang diduga terlibat dalam kelompok radikal di Suriah. Dia dinyatakan bersalah atas tuduhan kepemilikan senjata berbahaya dan pelanggaran keimigrasian.
Karena itu, Carsim diganjar 8 bulan penjara dengan dua tahun percobaan. Hukuman ini jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa selama 1,5 tahun.
Carsim yang mulai ditahan pada November tahun lalu itu telah tinggal di Provinsi Chungcheong Selatan sejak 2007. Sebelum ditangkap, dia telah lama dipantau kepolisian Negeri Ginseng itu karena akun jejaring sosialnya kental dengan tema terorisme.
Dalam pengakuannya, Carsim mengatakan ia bukankanlah anggota Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), melainkan pendukung Jabat Al-Nusra, kelompok pemberontak Suriah yang terafiliasi dengan Al-Qaeda. Bersama Carsim, ada dua WNI yang juga sempat ditangkap, tetapi akhirnya dipulangkan karena tidak terbukti bersalah.
Dua tuduhan lain terhadap Carsim sudah dicabut, yaitu pemalsuan identitas dan memakai identitas palsu untuk suatu kegiatan. Saat ditangkap dia memiliki dua identitas. Satu lagi bernama Abdullah Hidayat. Korea Selatan sendiri belum memiliki undang-undang antiterorisme.
"Keputusan ini harus menjadi pelajaran bagi kita semua. Saya berharap, semua WNI di Korea lebih berhati-hati dalam mengambil paham-paham baru serta dalam penggunaan media sosial. Bekerjalah secara profesional dan pulang membawa ilmu untuk membangun bangsa," kata Duta Besar RI untuk Korea Selatan, John A. Prasetio.
Pihak imigrasi telah menghubungi KBRI Seoul untuk kemungkinan proses deportasi. Terdapat kemungkinan Carsim akan dipulangkan secepatnya. KBRI kini berkoordinasi untuk mempersiapkan berbagai kemungkinan.
NATALIA SANTI