TEMPO.CO, Brussels - Darah mengguyur deras pada wajah perempuan yang tampak ketakutan. Sepasang sepatunya raib dan kausnya tercabik-cabik akibat hantaman bom di Bandar Udara Zaventem, Brussels, yang menewaskan 34 orang pada Selasa pagi waktu setempat, 22 Maret 2016.
Dalam waktu beberapa jam, potret perempuan itu mempertegas situasi bahwa telah terjadi serangan teror pada 22 Maret 2016. Potret tersebut diambil oleh Ketevan Kardava, seorang koresponden khusus untuk jaringan Georgian Public Broadcast.
"Selanjutnya, foto perempuan itu diterbitkan dan beredar ke seluruh dunia, termasuk diletakkan di halaman depan New York Times," tulis Time.
Kardava sedang dalam perjalanan menuju Jenewa untuk melaporkan jalannya pembicaraan antara Rusia dan negaranya, Georgia, ketika satu dari dua pelaku bom bunuh diri meledakkan dirinya.
Baca juga: Teror di Brussels, Tiga Warga Indonesia Terluka
"Pintu dan jendela melayang," kata Kardava kepada Time. "Hampir semua ruangan penuh debu dan asap. Di sekitar saya, puluhan orang tanpa kaki. Mereka tergeletak berlumuran darah." Kardava refleks langsung melihat kakinya. "Saya tidak percaya saya masih punya kaki. Saya benar-benar syok."
Kurang-lebih satu menit kemudian, terjadi ledakan kedua yang membuat semua orang berlarian menyelamatkan diri. "Saya ingin berlari ke tempat aman juga," ucapnya. "Namun saya juga ingin mengambil gambar. Sebagai seorang jurnalis, ini adalah tugas saya untuk mengambil gambar dan menunjukkan kepada dunia apa yang sedang terjadi. Saya tahu, sayalah satu-satunya wartawan yang ada di tempat kejadian."
Foto pertama Kardava adalah seorang perempuan mengenakan jaket kuning. "Dia dalam keadaan syok, membisu, tak sanggup bicara. Tidak ada isak tangis, tidak ada penembakan. Dia hanya tampak ketakutan.'
Baca juga: Setelah Serang Belgia, ISIS Ancam Serang Negara Lain
Kardava tidak bertanya nama perempuan malang itu. Dia selanjutnya memotret korban lain—bekas pemain basket Belgia, Sebastian Bellin—sebelum dia dipaksa meninggalkan lapangan terbang.
"Saya meninggalkan mereka dan menuju tempat aman," tuturnya. "Saya berharap mereka baik-baik saja. Saya benar-benar berharap mereka bisa mengatasi semua kesulitan ini."
Bagi Kardava, muncul pertanyaan apa yang bakal terjadi berikutnya karena dia akan tinggal di Brussels untuk melaporkan situasi. Namun dia tahu bahwa dia akhirnya harus kembali ke Bandara Zaventem. "Saya tidak bisa membayangkan hal itu," ujarnya. "Ini sesuatu yang sangat sulit bagi saya."
TIMES | CHOIRUL AMINUDDIN