TEMPO.CO, Beirut - Perundingan damai Suriah sepertinya bakal menemui jalan buntu menyusul sumpah gerakan bersenjata Syah Libanon, Hizbullah, yang menyatakan akan tetap berperang hingga Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), musuh rezim, dikalahkan.
Hizbullah sebelumnya pernah mengumumkan bahwa kelompoknya akan berperang bersama pasukan Presiden Bashar al-Assad pada 2013. Sejak itu, mereka mengirimkan ribuan pejuangnya berperang melawan pemberontak yang didukung oleh seterunya, Arab Saudi, dan pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat.
Kelompok sayap militer ini memberikan dukungan penuh terhadap rezim Suriah untuk tetap berkuasa, namun sebaliknya oposisi bersikeras agar Presiden al-Assad meletakkan jabatan sebagai syarat melakukan perundingan damai.
Gencatan senjata yang diteken bulan lalu telah memunculkan harapan untuk mengakhiri kekerasan di Suriah. Harapan itu kian mencuat tatkala Rusia selaku pendukung al-Assad menarik pasukannya pekan lalu dari darata Suriah.
Tetapi ketegangan meningkat lagi sejak Moskow menuduh Amerika Serikat sangat lambat memberikan respons atas pelanggaran gencatan senjata yang dilakukan oleh pemberontak. Bahkan Rusia mengancam akan melakukan tindakan militer sepihak jika tidak ada upaya AS menghentikan pelanggaran tersebut.
AL ARABIYA | CHOIRUL AMINUDDIN