TEMPO.CO, Maiduguri - Tiga perempuan ini menyambut hangat ribuan pengungsi yang tiba di kamp Dikwa, Maiduguri, Nigeria. Mereka menyelamatkan diri dari kejaran milisi bersenjata Boko Haram.
Bukan hanya sambutan hangat, Ketiganya bahkan menawarkan tempat untuk tidur kepada para pengungsi pada Senin lalu, 8 Februari 2016.
Keesokan pagi, saat sinar lampu masih menerangi kamp yang terbentang di pinggir jalan, mendadak terdengar ledakan. Dua perempuan yang sebelumnya menyambut para pengungsi telah melakukan aksi bom bunuh diri.
Sedikitnya 58 orang tewas seketika dan 78 orang terluka. Di kamp saat itu dihuni lebih dari 50 ribu orang yang dipaksa meninggalkan rumah mereka oleh Boko Haram.
Adapun seorang perempuan lainnya membatalkan aksi bom bunuh dirinya. Penyebabnya, ia mengenali orang tua dan saudara kandungnya ada di dalam kamp.
Menurut Sani Datti dari Badan Penanganan Darurat Nasional Nigeria, perempuan itu kemudian menyerahkan diri kepada aparat seraya mengingatkan akan ada serangan yang dirancang untuk kamp tersebut.
Seperti dikutip dari New York Times, Rabu, 10 Februari 2016, Presiden Nigeria Muhammadu Buhari memerintahkan penghancuran Boko Haram. Ia kembali membangun kerja sama militer dengan negara-negara jirannya di utara untuk menghancurkan Boko Haram.
Kelompok ekstremis Islam, Boko Haram, telah lama melakukan serangan bom bunuh diri. Jumlah perempuan, baik remaja maupun dewasa, sebagai pelaku bom bunuh diri telah meningkat.
Mereka melakukan aksi bom bunuh diri di sejumlah kamp. Kasus peledakan bom di kamp Dikwa, yang dilakukan dua perempuan itu, sebagai balasan atas serangan militer Nigeria ke sebuah pasar di Desa Boboshe, wilayah kekuasaan Boko Haram.
Sekitar seratus anggota Boko Haram tewas. Adapun sekitar seribu perempuan dan remaja dibebaskan, beberapa di antaranya menjadi korban perbudakan seks. Mereka kemudian dibawa ke kamp Dikwa.
NEW YORK TIMES | MARIA RITA