TEMPO.CO, Hong Kong - Perayaan Tahun Baru Imlek di Hong Kong diwarnai kerusuhan setelah demonstran dan polisi bentrok di sebuah jalan pasar menyebabkan puluhan orang cedera. "Puluhan lainnya ditahan," tulis Al Jazeera, Selasa, 9 Februari 2016.
Polisi menggunakan tongkat pentungan, semprotan lada, dan air bertenaga kuat untuk menghalau demonstran, pada Selasa, 9 Februari 2016. Sebagian besar pengunjukrasa adalah pedagang kaki lima dari sebuah distrik kota.
Kerusuhan itu bermula ketika para pengunjuk rasa melempari polisi dengan batu, sementara demonstran lainnya membakar sampah di jalanan Mong Kok, sebuah kawasan yang menjadi jantung kegiatan ekonomi Asia.
Seorang polisi yang tak diketahui identiasnya menyatakan, tiga pria berusia antara 27 hingga 35 tahun ditahan karena menyerang petugas kepolisian dan menghalangi polisi, sementara tiga polisi lainnya dilarikan ke rumah sakit akibat luka-luka. "Sebanyak 24 orang ditahan polisi," bunyi siaran televisi RTHK.
Al JAzeera dalam laporannya mengatakan, aksi itu pecah setelah polisi bergerak membersihkan para penjaja dagangan atau pedagang ilegal yang menjual berbagai makanan, pernak-pernik, dan barang kebutuhan rumah tangga di tepi jalan.
Penjaja barang di jalanan merupakan pemandangan umum yang sudah biasa di Hong Kong sehingga kerusuhan ini cepat menjadi perhatian media sosial menyusul kabar yang diunggah oleh #FisballRevolution.
Kepala Eksekutif Hong Kong, Leung Chun-ying, mengatakan kepada wartawan di acara jumpa pers, pemerintah kota mengutuk keras kerusuhan tersebut. Sementara itu, Sekretaris Keamanan Hong Kong, menerangkan, polisi sedang menyelidiki adanya indikasi kerusuhan ini memang sudah direncanakan. Ketika ditanya soal perintah tembak, Lai mengatakan, "Polisi mengambil seluruh langkah yang diperlukan."
Kekisruhan di Hong Kong sepertinya menunjukkan bagaimana ketegangan di sana dalam setahun ini belum bisa berakhir setelah unjuk rasa besar-besar kelompok pro-demokrasi tahun lalu.
Mong Kok, sebuah kawasan populer menjadi tempat berbelanja para pelancong maupun penduduk setempat sekaligus menjadi pusat hiburan kota. Kawasan ini pernah menjadi perhatian dunia melalui berbagai pemberitaan setelah selama 11 minggu pada akhir 2014 diduduki oleh para aktivis yang menuntut kebebasan pemilihan umum dari Beijing.
AL JAZEERA | CHOIRUL AMINUDDIN