TEMPO.CO, Den Haag - Mantan Presiden Pantai Gading, Laurent Gbagbo, menyangkal semua tuduhan yang diarahkan kepadanya oleh jaksa penuntut umum dalam persidangan di Pengadilan Pidana Internasional (ICC) Den Haag.
Dalam sanggahannya tersebut, Gbagbo mengatakan bahwa penangkapannya adalah campur tangan militer Prancis atas urusan dalam negeri negaranya. Gbagbo juga menggambarkan dirinya sebagai korban dari campur tangan kolonial Prancis yang mengupayakan perdamaian.
Gbagbo merupakan mantan presiden pertama yang pernah disidangkan oleh ICC. Ia dituduh mengobarkan krisis pada 2010 di Pantai Gading sehingga menyebabkan 3.000 orang tewas. Dia didakwa melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan, perkosaan dan pembantaian massal setelah kalah dalam pemilihan presiden 2010.
Gbagbo yang kala itu kalah dari saingannya, Alassane Outtara menolak untuk mundur dari jabatan presidennya dan menyebabkan kerusuhan yang besar di negeri itu. Dia ditangkap pada April 2011, oleh tentara yang loyal kepada Presiden Outtara dan didukung tentara Prancis. Gbagbo kemudian diekstradisi ke Den Haag.
Dia kemudian diserahkan kepada ICC pada 30 November 2015 untuk disidangkan. Penyerahan itu memicu kemarahan kelompok pendukungnya. Mereka menuding dakwaan itu sebagai kebohongan neo-kolonialis.
Pada persidangan yang dimulai sejak Kamis, 27 Januari 2016, pengacara Gbagbo mengatakan pada jaksa penuntut umum bahwa tuduhan kejahatan kepada kliennya tidak benar dan seharusnya diarahkan kepada rival politiknya Alassane Outtara, yang terpilih kembali tahun lalu.
"Laurent Gbagbo terus mencari solusi terhadap krisis pascapemilu, mengusulkan penghitunagn ulang suara, namun Ouatarra tidak setuju dengan hal tersebut dan terciptalah keributan," kata pengacara Jennifer Naouri, seperti yang diberitakan oleh Reuters pada 1 Februari 2016.
Naouri mengatakan bahwa jaksa mendefinisikan terlalu sederhana terkait konflik politik Pantai Gading, mengabaikan serangkaian kudeta yang diduga diluncurkan oleh pendukung Ouattara selama menjabat sebagai presiden selama satu dekade.
Naouri juga menambahkan bahwa penangkapan terhadap Gbagbo telah dipolitisasi atas usahanya melawan keberadaan Prancis di Pantai Gading. Perancis dituduhnya sebagai bekas penjajah yang ingin kembali menguasai negaranya dengan melakukan intervensi militer untuk mengakhiri perang sipil pada tahun 2011, yang telah memungkinkan Ouattara untuk mengambil alih kekuasaan.
Pekan lalu, Kepala Jaksa Penuntut, Fatou Bensouda menyajikan deskripsi rinci dari tuduhan kejahatan, termasuk pemerkosaan dan pembunuhan massal oleh pendukung Gbagbo yang bertekad untuk mempertahankan kekuasaan dengan segala cara.
REUTERS|YON DEMA