TEMPO.CO, Jeddah – Siti Nur Fatimah, 34 tahun, akhirnya berhasil terbebas dari ‘kerja paksa’ selama 15 tahun. Tenaga kerja Indonesia asal Cilacap itu berhasil diselamatkan oleh Tim Perlindungan Konsulat Jenderal RI Jeddah yang bekerja sama dengan intel polisi wilayah Jizan, Arab Saudi.
Selama dua hari, Tim KJRI dan intel polisi Jizan mengintai keberadaan Siti. Berbekal informasi dari organisasi Buruh Migran Indonesia (BMI) di Jeddah, kedua tim menyisir beberapa kampung untuk mencari tahu keberadaan Siti.
Semua menjadi jelas setelah diketahui nomor telepon sang majikan dan pihak otoritas telekomuninasi memberitahu posisinya. Tepat setelah azan isya' berkumandang, intel merangsek ke rumah majikan dan mengambil paksa Siti.
Saat berhasil diselamatkan kondisi Siti amat mengenaskan. Badannya kurus dengan pakaian seadanya. Di kantor polisi, Siti mengungkapkan pengalaman pahitnya.
Selama bertahun-tahun, dia mengurus sebuah keluarga dengan 11 anak yang berada di dusun, jauh dari kota bak seorang budak. “Boro-boro diberikan istirahat, ketika keluar rumah pun dijaga ketat agar tidak kabur,” kenang Siti, seperti dilansir dalam rilis Direktorat Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia, 13 Januari 2016.
Selama 15 tahun, total gaji yang seharusnya diterima Siti, namun tidak pernah dibayar majikan mencapai 108 ribu riyal atau sekitar 380 juta rupiah.
“Saya hanya bisa ucapkan terima kasih kepada KJRI Jeddah yang telah menyelamatkan saya. Sejak tahun 2002 saya tidak diizinkan pulang dan tidak digaji. Setiap ingat keluarga saya hanya bisa menangis. Saya kangen kampung halaman,” kata Siti dengan matanya yang sembab karena menangis.
Siti Nur Fatimah binti Sukarno adalah TKI asal dusun Karang Reja, Cilacap, Jawa Tengah. Perempuan kelahiran 1982 itu pertama kali tiba di Arab Saudi pada 2001 . Dia bekerja pada seorang polisi rendahan yang memiliki banyak anak.
Pada tahun pertama, gaji diberikan secara lancar. Namun mulai tahun kedua semuanya berubah.
Selain gaji tak pernah dibayar, Siti hampir-hampir tidak bisa keluar rumah. Paspornya juga ditahan majikan.
Namun majikan berkilah bahwa Siti tidak mau dibayar tiap bulan. Alasannya, agar semua gaji terkumpul lebih dulu dan akan diminta saat akan pulang.
Padahal kenyataannya, majikan selalu menghalang-halangi Siti untuk pulang. Bahkan gerak-geriknya pun sangat dibatasi. Kondisi ini semakin memburuk tatkala majikan laki-laki memasuki masa pensiun.
Menurut Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia, Lalu Muhammad Iqbal, pembebasan Siti mengikuti arahan dari Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi. “Banyak keberhasilan dicatat tahun 2015. Tapi aspek respon cepat masih perlu ditingkatkan. Kita minta Perwakilan bergegas menjalankan arahan itu,” kata Iqbal.
Penyelamatan Siti tidak akan berhenti di situ saja. Selain akan dipulangkan, hak-hak Siti juga akan diperjuangkan. Gaji, tiket pulang dan kompensasi akan diupayakan. Jika diperlukan, pihak KJRI bersiap mengajukan tuntutan ke pengadilan.
“Otoritas di Saudi juga memahami dan mendukung niat baik Pemerintah Indonesia untuk memberikan perlindungan maksimal bagi WNI di Arab Saudi. Kita akan terus meningkatkan upaya semacam ini ,” kata Rahmat Aming, pejabat KJRI yang memimpin operasi penyelamatan Siti.
NATALIA SANTI