TEMPO.CO, Pemerintah Suriah mengizinkan pekerja kemanusiaan mengakses daerah oposisi di dekat perbatasan Lebanon. Di tempat itu dilaporkan beberapa orang mati kelaparan dalam cuaca dingin. Dalam pernyataan resmi yang dikeluarkan Kamis, 7 Januari 2016, PBB menyatakan siap memberikan bantuan kemanusiaan ke Madaya. Dua kota Syiah yang telah dikuasai oleh pemberontak di Provinsi Idlib juga akan menerima bantuan ini.
Banyak warga Madaya --yang berjarak sekitar 25 km barat laut dari Damaskus-- menderita gizi buruk. Mereka juga kesulitan mendapat bahan bakar dan pasokan medis karena pengepungan pasukan rezim pemerintah sejak Juli lalu.
Abu Abdul Rahman, seorang warga Madaya, mengatakan kepada Al Jazeera, belum makan selama empat hari. Rahman dan keluarganya mencoba membatasi gerakan mereka di dalam rumah. "Tidak ada kucing atau anjing hidup di kota. Bahkan tanaman pangan pun menjadi langka," katanya seperti dilansir Al Jazeera.
Palang Merah mengatakan warga juga membakar plastik untuk menjaga diri agar tetap hangat. Rahman mengatakan ia memiliki sedikit harapan agar keluarganya bisa bertahan hidup. "Menggambarkan situasi ini sangat tragis," katanya.
Sehari sebelumnya, Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia, mengatakan sedikitnya 23 orang, termasuk anak-anak, tewas dalam pengepungan yang dilakukan pemberontak Madaya. "Setidaknya 300 anak di Madaya menderita kekurangan gizi," kata kelompok pemantau yang berbasis di Inggris itu. Aktivis lokal mengatakan sekitar 40 ribu orang di Madaya memiliki sedikit akses ke makanan dan obat-obatan.
Melissa Fleming, juru bicara badan pengungsi PBB, mengatakan bahwa ratusan ribu orang berada di situasi yang sama di seluruh Suriah. "Kami percaya ada 400 ribu orang di 15 kota dan kota-kota yang berada dalam situasi di mana mereka dikepung oleh berbagai pihak dalam konflik," kata Fleming seperti dilansir Al Jazeera.
"Warga sipil sama sekali tidak mendapat bantuan kemanusiaan. Tidak ada makanan, obat-obatan, tempat penampungan. Ini adalah situasi di mana orang tidak dapat bertahan hidup lagi," katanya.
Pawel Krzysiek, juru bicara Palang Merah di Damaskus, juga menguraikan skala penderitaan di daerah. "Kami telah melihat laporan banyak orang yang kelaparan. Orang-orang lapar dan sangat dingin di luar sana tanpa listrik atau bahan bakar," kata Krzysiek kepada kantor berita DPA.
Petugas medis di Madaya mengatakan beberapa warga bahkan makan rumput untuk tetap hidup. "Kami tidak bisa memberikan ASI untuk bayi," kata Dr Khaled Mohammed. "Hari ini (7 Januari 2016) anak 10 tahun meninggal karena kekurangan gizi."
Oposisi Koalisi Nasional Suriah memperingatkan bencana kemanusiaan di Madaya. Kota terdekat Zabadani juga dikepung, meskipun bulan lalu dicapai kesepakatan bahwa pemberontak Sunni dibebaskan ke luar kota untuk pertukaran kaum evakuasi Syiah dan keluarganya di bagian utara Kefraya dan Fua.
Mediator PBB untuk Suriah berencana mengadakan pembicaraan damai di Jenewa pada 25 Januari 2016 untuk upaya mengakhiri konflik selama lima tahun yang menewaskan lebih dari 250 ribu orang.
AL JAZEERA | ARKHELAUS