TEMPO.CO, Damaskus - Kelompok bersenjata Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) diyakini untuk pertama kalinya mengeksekusi jurnalis perempuan yang melaporkan situasi perang dari dalam negeri Suriah. Menurut organisasi jurnalis Suriah, Syria Direct, eksekusi terhadap Ruqia Hassan merupakan jurnalis kelima yang dihukum mati oleh ISIS sejak Oktober 2015.
Hassan yang menggunakan nama samaran Nisan Ibrahim di media sosial adalah seorang reporter independen. Kematiannya dibenarkan oleh Raqqa is Being Slaughtered Silently (RBSS), sebuah organisasi yang menentang pelanggaran hak asasi manusa di Suriah.
Abu Mohammed, pendiri RBSS, di akun Twitter pada Sabtu, 2 Januari 2015, ngetwit berdasarkan kata terakhir Hassan, "Saya di Raqqa dan saya menerima ancaman kematian. Ketika ISIS menahanku dan membunuhku, tidak ada masalah. Sebab mereka akan memenggal kepalaku dan saya memiliki harga diri lebih baik daripada saya hidup penuh penghinaan oleh ISIS."
Postingan terkhir Hasssan di laman Facebook berisi ejekan terhadap ISIS lantaran melarang hotspot Wi-Fi di Kota Raqqa. Dia menulis sebagaimana diterjemahkan oleh Syria Direct sebagai berikut, "Lanjutkan dan putuskan jaringan internet, merpati kami tidak akan berhenti mengirimkan keluh kesah kami."
Tanggal eksekusi terhadap Hassan tidak diketahui secara pasti, tetapi pesan-pesan dia melalui media sosial berhenti mengudara sejak 21 Juli 2015. Jaringan televisi berita Arab, Al-Aan TV, dalam siarannya menyebutkan, keluarga Hassan mengatakan perempuan itu dieksekusi oleh ISIS tiga hari lalu karena dituduh sebagai mata-mata.
Seorang jurnalis independen yang sebelumnya bergabung bersana RBSS, Furat al-Wafaa, mengatakan kepada Syria Direct bahwa Hassan kerap berpartisipasi pada seluruh protes revolusi. "Ruqia terus menerus menentang ISIS dan seringkali melaporkan serangan udara di Raqqa sebagaimana yang terjadi."
Al-Waffa melanjutkan, "ISIS selalu membawa pedang yang siap melayang di leher warga." Ketika ditanya, apakah ISIS juga mengeksekusi jurnalis yang dituding bekerjasa sama dengan media asing, dia menjawab, "Mereka ingin agar para pejuang dan penduikungnya bahwa ISIS sanggup menghukum siapapun yang melawannya."
Pada Desember 2015, ISIS mengeksekusi aktivis RBSS, Naji Jerf, yang bekerja untuk mendokumentasikan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh ISIS di Aleppo.
INDEPENDENT | CHOIRUL AMINUDDIN