TEMPO.CO, Jakarta - Setahun setelah Presiden Indonesia, Joko Widodo, menyetujui dilaksanakannya hukuman mati atas 14 tahanan - 12 di antaranya adalah warga negara asing - kelompok aktivis Amnesty Internasional mengeluarkan sebuah laporan mengejutkan.
Laporan berjudul 'Flawed Justice', sebagaimana dilansir dari laman situs berita Guardian, Kamis,15 Oktober 2015 dan mengatakan setengah dari tahanan terpidana hukuman mati yang diwawancarai Amnesty mengklaim mereka telah dipukuli, disiksa dan dipaksa mengakui untuk kejahatan mereka.
Laporan itu termasuk klaim dari warga Pakistan terpidana mati, Zulfiqar Ali, yang menyatakan bahwa polisi menendang, meninju dan mengancamnya selama tiga hari, dan baru berhenti ketika ia mengakui kesalahannya.
Pengakuan Ali kemudian digunakan sebagai bukti, meskipun dikatakan tidak ada penyelidikan independen atas kejahatan yang dilakukannya. "Pemukulan itu sangat kejam sampai ginjal dan lambung harus dioperasi," kata Amnesty seperti dikutip Guardian.
Amnesty juga mengungkapkan hukuman mati harus dijalani seorang tahanan asing lain, akibat permintaannya untuk menghadirkan seorang penerjemah ditolak selama atau sebelum sidang.
Ia dipaksa menandatangani dokumen dalam bahasa yang tidak dimengerti dan ditolak akses ke layanan penasihat hukum, yang semuanya oleh Amnesty dianggap sebagai pelanggaran hukum hak asasi manusia internasional.
Josef Benedict, direktur kampanye Amnesty untuk wilayah tenggara Asia, mengatakan di saat hukuman mati dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia, isu seputar bagaimana itu sedang diterapkan, dan proses hukum serampangan di Indonesia, membuatnya menjadi semakin tragis.
"Undang-undang di Indonesia tentang eksekusi telah menyebabkan kematian 14 orang, meskipun belum ada bukti yang jelas dari pengadilan yang kelihatannya tidak adil," kata Benediktus.
"Presiden Joko Widodo telah berjanji untuk meningkatkan hak asasi manusia di Indonesia, tetapi menempatkan lebih dari selusin orang di hadapan regu tembak menunjukkan bagaimana rapuhnya komitmen ini."
Namun Greg Barton, seorang profesor kajian tentang Indonesia di Universitas Monash, Victoria, Australia mengatakan meskipun pandangan Joko Widodo pada kejahatan perdagangan narkoba menuai kontroversi, itu masih terlalu dini untuk mengatakan sikap itu tidak akan berubah.
"Dengan (Presiden) Widodo kita telah benar-benar melakukan, sebagian besar langkah-langkah maju, memiliki presiden yang progresif dan demokratis," kata Barton.
Menurut angka yang diperoleh dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, 121 orang diketahui dijatuhi hukuman mati pada bulan April di Indonesia, termasuk 54 orang yang dihukum karena kejahatan narkoba, 2 terpidana atas tuduhan terorisme dan 65 karena pembunuhan.
THE GUARDIAN | MECHOS DE LAROCHA