TEMPO.CO, Johor Bahru - Wajah Walfrida Soik sumringah. Rambutnya yang tergerai panjang, baru saja dipotong pendek. “Disuruh teman-teman,” kata dia, saat dikunjungi rombongan dari Konsulat Jenderal RI Johor Bahru pada 12 Agustus 2015 lalu.
Walfrida yang kala itu belum mendapatkan kepastian bahwa dirinya dibebaskan, sudah terlihat sangat sehat. Menurut Konsul Jenderal RI di Johor Bahru, Taufiqur Rijal, sejak bertemu Walfrida di rumah sakit, kondisinya normal dan tidak ada tanda-tanda goncangan kejiwaan.
“Pihak KJRI secara rutin mengunjunginya tiga bulan sekali. Terakhir tanggal 12 Agustus lalu, kami membawakan parsel,” kata Taufiq kepada Tempo, Rabu, 26 Agustus 2015. Kunjungan itu dilakukan dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
Dalam kunjungan ke Hospital Permai, tempat Walfrida dirawat, ikut pula Ketua Dharmawanita KJRI Johor Bahru, Nia Taufiqur, bersama beberapa anggotanya.
"Kami memborong semua kerajinan tangan yang dia buat selama di rumah sakit. Ada keset dari bahan-bahan limbah, 10 buah dan tutup periuk,” kenang Taufiq.
Dia menyatakan rumah sakit jiwa Hospital Permai di Johor Bahru adalah rumah sakit modern yang sangat bagus. Di sana, Walfrida ditempatkan di satu kamar tersendiri, lengkap dengan kamar mandi di dalamnya. “Mirip kamar hotel,” kata Taufiq.
Taufiq menyatakan kondisi psikis Walfrida jauh berbeda dengan saat pertama kali dia ditemui. “Ketika itu dia tampak stress, tertekan, dan murung,” kenangnya.
Kondisi psikologis Walfrida mulai berubah saat dia merasa bahwa dia tidak sendirian. Pihak KJRI yang secara rutin menemui Walfrida tiga bulan sekali meyakinkannya bahwa dia sedang diperjuangkan untuk bebas.
Menurut Taufiq, sejak dititipkan di rumah sakit jiwa, Walfrida sudah diberi kepercayaan membersihkan blok dan mengawasi pasien lain. “Jadi dia juga dapat penghasilan dari situ,” katanya.
Taufiq berencana mengunjungi Walfrida besok, Kamis, 27 Agustus 2015. Dia ingin minta rekomendasi dari pimpinan Hospital Permai agar Walfrida dinyatakan sehat. “Itu syarat agar dia bisa dipulangkan dari Malaysia,” kata Taufiq.
Pihak dokter selama ini sangat membantu. Di pengadilan, sang dokter menyatakan Walfrida harus dirawat di rumah sakit jiwa. Kalau masih tinggal di penjara, pemulihan kejiwaan tidak bisa dijamin.
Selasa, 25 Agustus 2015, Mahkamah Rayuan Putrajaya mencabut keputusan banding atas vonis bebas Walfrida dan menguatkan keputusan Mahkamah Tinggi Kota Bahru, Kelantan pada 7 April 2014 yang membebaskannya dari hukuman mati.
Namun, menurut Undang-Undang Hukum Acara Pidana setempat, seseorang yang dibebaskan dari tuntutan atas dasar gangguan jiwa dan kejiwaan pada saat melakukan tindakan pembunuhan, pembebasan baru dapat dilakukan setelah mendapat pengampunan dari Sultan Kelantan.
Walfrida, WNI asal Atambua, Nusa Tenggara Timur, berangkat ke Malaysia pada 23 Oktober 2010 lewat jalur yang tidak sah, dan bekerja di rumah Yeoh Meng Tatt, Kota Bahru, Kelantan.
Pada 7 Desember 2010, Walfrida tanpa sadar mendorong orang tua majikannya Yeap Seok Pen, 60 tahun, hingga jatuh dan menyerangnya dengan pisau hingga tewas. Karenanya, Walfrida dijatuhi hukuman mati. Namun dalam sidang berikutnya diketahui bahwa kejadian itu saat usia Walfrida masih di bawah umur.
NATALIA SANTI