TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Yunani terbelah menyikapi cara bagaimana negaranya keluar dari kebangkrutan ekonomi. Hal itu tampak dari hasil survei ALCO Institute yang dimuat koran Ethnos.
Survei ini dilakukan dua hari sebelum dilakukan referendum untuk memutuskan YA atau TIDAK terhadap bantuan Uni Eropa dan lembaga donor.
Ternyata 44,8 persen memilih jawaban YA, dan 43,4 persen menjawab TIDAK, sedangkan yang menjawab tidak tahu ada 11,8 persen. Margin kesalahan survei ini adalah 3,1 persen.
Dari jawaban itu terlihat, mereka yang lebih menyukai negaranya menerima syarat dana bantuan unggul tipis. Jika hasil ini tetap bertahan saat referendum, maka bakal menjatuhkan pemerintahan Perdana Menteri Alexis Tsipras.
Sejak bulan lalu, Tsipras membujuk rakyat Yunani untuk memilih tidak. Persyaratan yang diajukan para kreditor–yaitu International Monetary Fund dan negara-negara Uni Eropa– dianggapnya ‘merendahkan’.
Ia menuding para kreditor tengah ‘mengancam’ Yunani dengan menahan-nahan pinjaman. Dengan terus menunda tenggat pinjaman, ia berharap dapat memperoleh tawaran yang lebih baik.
Negara yang dikenal sebagai negeri para dewa tersebut memang tidak sanggup mengembalikan utang sebesar 1,6 miliar euro atau setara dengan Rp 22 triliun kepada lembaga keuangan internasional, IMF.
Untuk keluar dari kebangkrutan, Yunani membutuhkan 50 miliar euro dalam tiga tahun ke depan untuk menstabilkan ekonominya. Mereka juga membutuhkan penghapusan utang dalam jumlah yang besar.
Tsipras mencoba menenangkan rakyatnya yang mulai resah dengan kondisi saat ini. Memang, antrean panjang warga mulai tampak di berbagai anjungan tunai mandiri (ATM) untuk menarik uang kas.
Banyak yang merasa khawatir bank-bank akan tutup lantaran tak memiliki stok kas. Bank Eropa, yang selama ini memberikan bantuan dana agar bank terus berjalan, pun mulai menujukkan sinyal tak akan lagi mengucurkan fulus.
Pada Kamis, 2 Juli 2015, IMF memperingatkan Yunani bahwa referendum ini tak akan mempengaruhi kondisi keuangannya.
Pada 5 Juli 2015, penduduk Yunani harus menentukan nasibnya, setelah negosiasi pemerintah dengan negara Eropa berakhir buntu. “Ini 100 persen kesalahan para politisi. Merekalah yang harus disalahkan atas keadaan kami saat ini,” kata Thanos Stamou, seorang pensiunan.
URSULA FLORENE SONIA | REUTERS