TEMPO.CO, Maastricht - Dua anak asal Belanda, Luca dan Aysha, diculik ibu kandung mereka dan dibawa ke markas kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Raqqa, sekitar 550 kilometer dari Damaskus, ibu kota Suriah. Demikian pernyataan dari kantor Kejaksaan Agung Belanda.
Ibu berusia 32 tahun tersebut mengambil anak laki-laki dan perempuannya--berusia 7 dan 8 tahun--dari rumahnya di Maastricht, Belanda selatan, pada Oktober 2015. "Kasus ini mengharuskan polisi Belanda mengeluarkan peringatan keras berupa surat penangkapan," demikian laporan dari lembaga penyiaran publik NOS pada Senin, 16 Maret 2015.
Meskipun surat perintah penangkapan internasional telah keluar, perempuan warga negara Republik Cek ini berhasil mencapai wilayah Suriah yang dikuasai ISIS. Menurut laporan media Belanda, kedua anaknya yang lain dititipkan ke kerabatnya di Belanda.
Setelah kedatangan mereka di Suriah, wanita itu mengumumkan melalui media sosial Facebook bahwa ia dan anak-anaknya berada di Raqqa. "Tidak lagi yang mendengar kabar mereka sejak saat itu," kata seorang jaksa dari Kejaksaan Agung kepada media setempat.
Menurut Kejaksaan, wanita itu mengatur pembuatan paspor palsu untuk dia dan anak-anaknya. Ini pertama kalinya anak-anak Belanda diculik untuk dibawa ke wilayah ISIS. Ayah mereka, warga negara Belanda, mengatakan kepada surat kabar De Limburger bahwa mereka diambil oleh bekas istrinya tanpa izinnya.
Sebelumnya, pria itu melapor kepada polisi karena ia menduga mantan istrinya itu hendak melakukan perjalanan ke Suriah. Saat diinterogasi beberapa kali, wanita tersebut membantah tudingan berencana pergi ke Suriah.
Jaksa Bart den Hartigh mengatakan kepada NOS anak-anak itu tak mungkin kembali. Alasannya, Belanda tidak memiliki hubungan hukum dengan Suriah. Apalagi mereka berada di zona perang.
ALJAZEERA.COM | MECHOS DE LAROCHA