TEMPO.CO, London - Perempuan muda yang menjadi radikal dan melakukan perjalanan ke Suriah untuk bergabung dengan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) termotivasi oleh alasan yang sama seperti laki-laki yang direkrut. Umumnya, mereka menuruti jiwa petualangan mereka dan keinginan untuk memperbaiki apa yang dianggap sebagai sebuah 'kesalahan' menurut keyakinannya.
"Perekrut ISIS akan menawarkan rasa petualangan, selain konsep-konsep romantis bahwa setelah kedatangannya mereka akan dijodohkan," kata Erin Saltman, yang memimpin program perempuan dan ekstremisme di the International Strategic Dialogue di London.
Dan benar, sesampainya mereka di wilayah-wilayah yang dikuasai ISIS, mereka akan menjadi mempelai dan bersuamikan seorang pejuang ISIS. "Mereka kemudian memulai petualang baru: kehidupan rumah tangga yang ketat dari membesarkan anak, memasak, dan bersih-bersih," katanya.
Indoktrinasi ISIS tentang peran wanita disebarkan melalui media sosial, termasuk Twitter. Perekrut, umumnya adalah wanita yang juga melakukan perjalanan ke Suriah dan bergabung dengan ISIS, akan memberi banyak nasihat. Bila akhirnya remaja putri ini bersedia bergabung, perekrut ini akan menyarankan mulai dari apa saja yang harus mereka bawa hingga siapa yang harus dihubungi setelah tiba di negara tetangga Suriah, semisal Turki.
Meskipun beberapa wanita, terutama mereka yang berasal dari kelompok minoritas Yazidi Irak, yang dijual untuk menjadi budak seksual, perempuan muda Barat diperlakukan berbeda, kata Saltman. "Tapi itu tidak berarti bahwa setelah mereka menikah suami tidak kasar atau memaksa diri pada mereka," kata Saltman.
Mereka sangat terbatas geraknya dan tidak dapat meninggalkan rumah tanpa suami mereka. Mereka memiliki sedikit kesempatan untuk melarikan diri, katanya, karena banyak yang menyerahkan paspornya ketika tiba sebagai tanda kesetiaan kepada ISIS.
Enam remaja asal Quebec diketahui meninggalkan Kanada pada Januari untuk bergabung dengan militan di Suriah, termasuk setidaknya dua perempuan. Tiga gadis remaja Inggris juga terbang ke Turki pekan lalu dalam upaya untuk bergabung ke ISIS.
Keyakinan ini, seperti dilaporkan Sky News, muncul setelah sumber media ini menyebut ketiganya berada di Raqqa, kota di bawah kendali ISIS. Sang sumber menyatakan ia tinggal dengan salah seorang dari mereka.
Aparat keamanan Inggris akhir pekan ini berkirim surat pada keluarga tiga siswi ini. Mereka menyatakan menghilangnya anak gadis mereka akan menjadi bagian dari penyelidikan hilangnya gadis lainnya, seorang mahasiswi Bethnal Green Academy di London Timur. Komisaris Polisi Metropolitan London, Bernard Hogan-Howe, mengatakan pihaknya akan segera melakukan wawancara pada keluarga ketiga gadis ini. Dia mengatakan orang tua mempunyai tanggung jawab ketika anak mereka menganut ideologi ekstrem.
CBC NEWS | INDAH P.