TEMPO.CO, New York - Sebuah studi akhirnya menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang akun Twitter pendukung Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Studi ini menyebut klaim lokasi pendukung ISIS terbanyak adalah Arab Saudi.
Studi tersebut dilakukan oleh ahli ekstremisme media sosial, J.M. Berger dan Jonathon Morgan. Mereka menggandeng Brookings Institution dan Google Ideas. "Para mujahid akan mengeksploitasi segala jenis teknologi demi keuntungan mereka," kata Berger, seperti dilaporkan New York Times, Kamis, 5 Maret 2015. Twitter justru tidak ikut serta dalam studi ini. Studi menganalisis sampel 20 ribu akun Twitter pendukung ISIS.
Hasil penelitian sejak September hingga Desember 2014, diperkirakan ada setidaknya 46 ribu akun Twitter pendukung ISIS. Tidak semuanya aktif dalam waktu bersamaan. Jumlah akun itu terus bertambah tiap tahun. Pada 2014, tercatat ada 11.902 akun. Padahal, pada 2012 dan 2013, baru ada 2.380 dan 4.378 akun.
Lokasi yang terbanyak diklaim oleh akun-akun itu adalah Arab Saudi, yaitu 866 akun. Akun yang mengklaim berdomisili di Suriah ada 407. Sedangkan yang mengklaim ada di Irak sebanyak 453 akun. Posisi selanjutnya, 404 akun mengklaim berada di Amerika Serikat dan 326 akun di Mesir.
Nyaris sebanyak satu dari lima akun pendukung ISIS memilih bahasa Inggris sebagai bahasa utama mereka. Sedangkan tiga per empat akun memilih bahasa Arab. Sebanyak 18.425 akun mencuit hingga 50 kali sehari. Lainnya, 817 akun, mencuit 50-100 kali per hari. Adapun 213 akun mencuit 100-150 kali sehari.
Meski demikian, kesuksesan ISIS di media sosial, kata studi itu, lebih karena peran sekelompok pengguna hiperaktif berjumlah 500-2.000 akun yang mencuit sangat nyaring. Berdasar temuan ini, Berger dan Morgan menyarankan perusahaan media sosial dan pemerintah AS bekerja sama merespons ekstremisme di media sosial.
NEW YORK TIMES | BROOKINGS | ATMI PERTIWI