TEMPO.CO, Kota Kinabalu - Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia menggelar pencatatan perkawinan bagi warga negara Indonesia (WNI) yang beragama Kristen, Katolik dan Protestan di wilayah tersebut, Kamis 18 Desember 2014.
Penetapan pernikahan tersebut sangat penting, lantaran diperlukan WNI yang tinggal di Sabah untuk mengurus kewarganegaraan anak-anak mereka.
"Pada umumnya anak-anak WNI menghadapi kesulitan ketika hendak masuk ke sekolah-sekolah setempat di Malaysia karena tidak diizinkan pemerintah," kata Deni Sugandi, staf Konsul di KJRI Kota Kinabalu, Sabah kepada Tempo.
Pihak KJRI telah mencoba memfasilitasi pendidikan anak-anak WNI dengan mendirikan Sekolah Indonesia Kota Kinabalu dan membentuk Community Learning Center (CLC). Hingga saat ini jumlah CLC mencapai 219 dengan total murid mencapai 24.113 orang. Jumlah WNI di Sabah mencapai 459.796.
Selain itu, anak-anak hasil pernikahan yang tidak tercatat menjadi tidak jelas atau undocumented, meskipun KJRI mengupayakannya dengan menerbitkan Surat Tanda Kenal Lahir sebagai dokumen pegangan pada saat pengurusan sekolah.
Kegiatan yang rencananya berlangsung selama dua hari hingga Sabtu, 20 Desember 2014 tersebut diminati ratusan WNI.
Pada Kamis, panitia telah memprotes pendaftaran sekitar 44 pasangan, dan diperkirakan satu hari maksimal bisa melayani 100 pasangan.
Konsul Jenderal Kota Kinabalu, Akhmad DH Irfan menyatakan KJRI telah menerima permohonan pencatatan pernikahand ari 313. "Dari jumlah tersebut dokumen yang telah diverifikasi lengkap mencapai 100 pasangan," kata Irfan seperti dilansir rilis KJRI Kota Kinabalu yang diterima Tempo.
Menurut Irfan, masih ribuan pasangan WNI belum dicatatkan pernikahannya baik yang beragama Islam, maupun Kristen, Katolik, Protestan, Hindu maupun Buddha.
Penetapan Perkawinan (Pencatatan) tersebut diselenggarakan KJRI Kota Kinabalu bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Agama. Kementerian Dalam Negeri mengirim tim dipimpin Direktur Dekonsentrasi dan KLN Ditjen PUM, Soetejo sementara Kementerian Agama mengirim dua rohaniawan.
Kegiatan tersebut merupakan program rutin KJRI Kota Kinabalu. Sebelumnya pada 2011 dan 2012 telah dilaksanakan kegiatan serupa untuk WNI beragama Islam (sidang isbat nikah) bekerja sama dengan Kementerian Agama.
Menurut Deni, masih banyaknya pasangan yang belum mencatatkan pernikahannya antara lain lantaran tidak lengkapnya dokumen yang mereka miliki. “Banyak yang lahir, besar dan menikah di Sabah,” kata Deni.
Selain itu juga lokasi kerja mereka yang sangat jauh di pedalaman sehingga sulit untuk mengurus dokumen ke KJRI. Kendala lainnya, WNI yang menikah dengan warga negara asing harus memiliki izin dari pemerintah asal negara tersebut. Padahal perwakilan asing di Sabah hanya ada tiga negara yakni Indonesia, Brunei dan Jepang. Hal tersebut menyulitkan dari segi kelengkapan administrasi. Banyak pula WNI yang berganti identitas, paspornya hilang atau dipegang pihak majikan.
NATALIA SANTI
Berita Bisnis Lainnya
Rupiah Jeblok, SBY Bela Jokowi
Rupiah Jeblok, SBY Curhat di Twitter
Tim Anti-Mafia Migas Temukan Persoalan di Tubuh Petral