TEMPO.CO, Jakarta - Nendi, buruh asal Indonesia yang bekerja sebagai anak buah kapal perusahaan asal Cina menyatakan rindu kepada keluarganya di Cirebon. Hampir setahun berlalu, ia bersama tiga kawannya asal Indonesia tertahan di Lima, Peru. "Saya kapok bekerja di kapal. Hanya ingin pulang ketemu keluarga," kata Nendi ketika ditemui di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Jalan Las Flores 334-336, San Isidro, Lima, Peru, Selasa siang waktu Lima, 2 Desember 2014 atau Rabu, 3 Desember 2014 waktu Jakarta. (4 TKI untuk Kapal Cina Telantar Setahun di Peru)
Nendi mengaku mendapat perlakuan buruk dari juragannya di kapal ketika berlayar. Ia bertugas sebagai nelayan pengangkut cumi-cumi. Setiap hari, ia harus mengangkut 10-15 ton cumi. Suatu hari, ia dipukul oleh juragannya karena dianggap tak bekerja dengan baik ketika memindahkan karung.
Tak hanya itu, ia juga tak mendapatkan makanan yang layak selama bekerja. Nasi yang disiram air panas jadi menu makanan sehari-hari. Untuk membunuh rasa lapar, dalam keadaan terjepit, Nendi terpaksa mengambil biskuit yang kedaluwarsa dan minuman. Hanya pada saat tertentu saja ia beruntung. "Saat Imlek tiba, saya bisa makan roti yang dipasang di patung Dewi Kwan Im," katanya. (Korsel Serahkan Daftar ABK Kapal yang Karam di Rusia)
Di kapal itu terdapat setidaknya 29 pekerja. Selain dari Indonesia, ada pula pekerja asal Vietnam. Nendi dan pekerja lain asal Indonesia kerap sakit. Tak ada obat yang layak bagi mereka di laut lepas. Tak tahan dengan perlakuan tak manusiawi itu, Nendi bersama kawannya kemudian kabur dari kapal pada suatu malam April 2014.
Mereka pontang-panting mencari informasi keberadaan kantor Kedutaan Besar RI di Lima. Salah satunya lewat Internet. Mereka terpaksa menjual barang yang tersisa supaya bisa bertahan hidup. Baju mereka tinggal yang melekat di badan. "Kami gunakan untuk ongkos naik taksi ke kantor Kedutaan Besar RI," kata Muhammad Ali, pekerja asal Cirebon lain (Penyebab Kapal Korsel Tenggelam di Selat Bering)
Sejak April hingga Desember ini, mereka tinggal di ruang perpustakaan kantor Kedubes RI. Selama berada di sana, mereka punya tugas membersihkan kantor dan taman serta menaikkan bendera Indonesia ke tiang.
Keempat pekerja itu berangkat ke Peru karena tergiur iming-iming gaji sebesar US $ 250 dan bonus US $ 15. Tapi janji itu tak ditepati perusahaan tempat mereka bekerja. Mereka tak mendapatkan upah.
Mereka berangkat dari Jakarta lewat agen penyalur tenaga kerja. Agen itu terhubung dengan perusahaan kapal di Cina. Mereka membayar Rp 300 ribu untuk melamar menjadi pekerja kapal. Pekerja kapal di sana rata-rata lulusan sekolah dasar dan sekolah teknik mesin. (Kapal Korsel Tenggelam, 3 WNI Selamat, 1 Orang Tewas)
Sekretaris Dua Kedutaan Besar RI untuk Peru, Muhamad Hadi Supardi, mengatakan posisi anak buah kapal lemah. Mereka tak punya surat perjanjian kontrak untuk menuntut haknya kepada agen perusahaan yang mengirim mereka dari Jakarta. "Kami kesulitan ketika bernegosiasi dengan agen penyalur di Indonesia," katanya.
Agen penyalur, kata dia tak mau menanggung biaya kepulangan mereka ke Indonesia. Setidaknya perlu US $ 3.000 untuk membayar biaya tiket pesawat. Kedutaan Besar RI di Peru telah berkomunikasi dengan Kementerian Luar Negeri dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia untuk mengirim para pekerja kapal itu ke Indonesia. "Desember ini, semoga mereka sudah bisa kembali ke Indonesia," katanya.
SHINTA MAHARANI (LIMA,PERU)
Baca berita lainnya:
Misteri Ceceran Duit di Rumah Fuad Amin
Hitung Duit Fuad Amin, KPK Butuh Waktu Tujuh Hari
Awas, Nama-nama Berikut Ini Terlarang Digunakan!
Gubernur FPI Siap Duel dengan Nikita Mirzani
Hari Ini, Gubernur FPI Blusukan di Ciliwung