TEMPO.CO, Gaza - Israel melanjutkan gempuran udara melalui jet tempurnya ke Gaza. Meski demikian, bala tentara Negeri Yahudi itu gagal menghentikan tembakan roket Hamas ke wilayahnya. Amerika Serikat bersedia menjadi mediator genjatan senjata.
Akibat gempuran mesin pembunuh Israel, menurut keterangan pejabat Palestina di Jalur Gaza, Jumat, 11 Juli 2014, sedikitnya 98 warga Palestina tewas. Sebagian besar korban meninggal adalah warga sipil. "Ratusan korban lainnya luka-luka," ujarnya tanpa menyebutkan identitasnya kepada Al Jazeera, Jumat, 11 Juli 2014.
Dia melanjutkan, di antara korban tewas, ada delapan anggota keluarga, termasuk lima anak-anak. Mereka kehilangan nyawa setelah pesawat tempur Israel membombadir Khan Younis, wilayah sebelah selatan Gaza, pada Kamis pagi waktu setempat, 10 Juli 2014.
Juru bicara militer Israel, Avichay Adraee, dalam keterangannya kepada media Arab, Jumat, 11 Juli 2014, mengatakan, Israel telah menggempur 1.100 sasaran sejak mereka melancarakan serangan pada awal pekan ini, Senin, 7 Juli 2014.
"Masih ada ratusan serangan lagi, gempuran ini belum usai," ucapnya. "Kaum teroris terus melanjutkan serangan roketnya, kami membalasnya dengan gempuran menyakitkan."
Tembakan roket Hamas ke wilayah Israel dilaporkan mendarat di Kota Ahdod pada Jumat pagi waktu setempat, 11 Juli 2014, menyebabkan tiga orang cedera. Seorang di antaranya dalam keadaan kritis. Israel memperkirakan pejuang Hamas di Gaza telah menembakkan 550 roket.
Bentrok senjata dan adu tembakan roket antara Hamas dan militer Israel telah mendapatkan reaksi masif dari para pemimpin dunia. Salah satunya Presiden Amerika Serikat Barack Obama. Pemimpin rakyat AS ini meminta kedua belah pihak melakukan sesuatu yang dapat melindungi kehidupan warga sipil. Adapun Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon mengutuk serangan roket dan mendesak Israel menahan diri.
Beberapa pejabat kesehatan Hamas di Jalur Gaza mengatakan sedikitnya 60 warga sipil tewas, termasuk seorang bayi perempuan berusia empat tahun dan bocah laki-laki lima tahun, akibat serangan udara pada Kamis, 10 Juli 2014.
Dalam sebuah pernyataan, militer Israel mengatakan pasukannya telah menghantam sejumlah rumah yang digunakan untuk tujuan militer. "Rumah-rumah tersebut dimanfaatkan untuk menyimpan senjata, komando, dan pusat kontrol atau komunikasi," ujar militer Israel.
AL JAZEERA | CHOIRUL