TEMPO.CO, Washington - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mendesak para pemimpin Palestina untuk mengakui negaranya sebagai "negara Yahudi". Dalam pidatonya di konferensi kebijakan tahunan organisasi pro-Israel, AIPAC--juga dikenal sebagai kelompok pelobi Israel, di Washington DC pada Selasa, Netanyahu mengatakan siap untuk membuat "perdamaian bersejarah", asalkan ada penerimaan Palestina atas "negara Yahudi".
"Ini saatnya Palestina berhenti menyangkal sejarah," kata Netanyahu. "Jika kita mencapai kesepakatan dengan Palestina, saya tidak akan menipu diri saya sendiri. Kedamaian itu pasti akan datang di bawah serangan konstan oleh Hizbullah, Hamas, Al-Qaidah, dan lain-lain."
Menurut dia, sama seperti Israel yang siap untuk mengakui negara Palestina, Palestina juga harus siap untuk mengakui "negara Yahudi".
Israel telah berulang kali menegaskan tidak akan ada kesepakatan damai tanpa menyentuh masalah pengakuan. Namun Palestina berkeras menolak permintaan, yang mereka katakan akan menyangkal narasi sejarah mereka dan membahayakan hak kembali bagi pengungsi mereka.
Perdana Menteri Israel langsung menunjuk Presiden Palestina Mahmoud Abbas. "Dengan mengakui 'negara Yahudi', Anda akan membuat hal yang jelas bahwa Anda benar-benar siap untuk mengakhiri konflik," ujarnya.
Anggota komite sentral kelompok Fatah di Palestina, Nabil Shaath, mengatakan dengan tegas menolak permintaan Netanyahu itu. Menurut dia, "(Komentar Netanyahu itu) telah berulang kali dilontarkan pada masa lalu dan bertentangan dengan semua aturan negosiasi perdamaian yang disepakati dengan Amerika Serikat."
Israel dan Palestina telah terlibat dalam tujuh bulan perundingan perdamaian langsung yang diselenggarakan hingga akhir April. Dalam pertemuan di Gedung Putih pada Senin, Presiden AS Barack Obama mengatakan kepada Netanyahu bahwa Israel harus mengambil keputusan sulit jika pembicaraan akan diteruskan. Abbas akan mengunjungi Obama pada 17 Maret.
AL JAZEERA | TRIP B