TEMPO.CO, Jakarta - John McCarthy, mantan Duta Besar Australia di Indonesia, menyarankan agar Perdana Menteri Australia Tony Abbott mengontak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono secara pribadi untuk meredakan perselisihan terkait kasus penyadapan. Kata McCarthy, bisa saja Abbott bilang kepada SBY bahwa penyadapan sudah tidak terjadi dan itu tidak akan terulang di masa depan.
"Itulah yang Obama lakukan dengan Angela Merkel (Kanselir Jerman). Saya tidak melihat ada masalah dengan itu," katanya, mengacu pada janji Presiden Barack Obama kepada Kanselir Merkel setelah ada kabar komunikasinya disadap intelijen AS.
Kontak pribadi, kata McCarthy, sangat penting pada tahap ini. ”Jika memburuk, itu akan semakin parah dan akan lebih sulit menanganinya, terutama karena politik menjadi lebih panas di Indonesia," kata dia.
Bill Shorten, pemimpin oposisi Australia, dalam artikel yang ditulis untuk Guardian Australia, juga mengatakan komunikasi antara dua pemimpin harus segera dijalin. "Ketidaksepakatan tidak boleh dibiarkan terus memburuk. Pemerintah perlu secara cepat dan efektif memulihkan situasi," kata Shorten.
Kemarahan SBY terhadap Abbott ditandai dengan pemanggilan pulang Duta Besar RI untuk Australia, Nadjib Riphat Kesoema, pada Selasa lalu. Kemarin, kepada pers, Yudhoyono menyatakan akan berkirim surat dan meminta penjelasan resmi kepada Abbott. Presiden mempertanyakan mengapa dia dan sejumlah orang dekatnya disadap. "Kami bukan musuh," kata SBY di Istana Negara.
Sambil menunggu jawaban dari Abbott, Presiden memerintahkan jajarannya menghentikan sementara semua kerja sama militer dengan Australia, termasuk pertukaran informasi intelijen dua negara, serta program pemberantasan penyelundupan manusia dan patroli maritim gabungan.
"Tidak mungkin kami melanjutkan kerja sama ketika tidak pasti bahwa sudah tidak ada aksi mata-mata,” kata Presiden sembari menambahkan bahwa Indonesia tetap ingin menjaga hubungan baik dengan Australia setelah masalah ini selesai.
PRIHANDOKO | SYDNEY MORNING HERALD | ABC | The AUSTRALIAN