TEMPO.CO, Washington - Sebuah dokumen rahasia CIA yang jatuh ke tangan pers menyebut serangan drone menelan korban di atas 500 orang. Selain itu, CIA juga tak sepenuhnya tahu siapa para korban dan sasaran serangan pesawat tanpa awak ini.
Menurut NBC News, dalam jangka waktu 14 bulan dimulai pada September 2010, drone melakukan sedikitnya 114 serangan yang menewaskan sebanyak 613 orang. Serangan drone paling gencar dilakukan di wilayah Pakistan yang berbatasan dengan Afganistan.
CIA hanya menyebut, satu dari empat korban tewas serangan drone di Pakistan antara 3 September 2010 hingga 30 Oktober 2011 hanya diklasifikasikan sebagai "militan lainnya" dalam dokumen itu. Biasanya, istilah ini merujuk pada kondisi ketika CIA bisa tidak bisa menentukan afiliasi mereka yang tewas. "Inilah yang memunculkan pertanyaan tentang bagaimana lembaga ini bisa menyimpulkan mereka adalah ancaman bagi keamanan nasional AS," tulis NBC News.
Ketidakpastian tampaknya muncul dari penggunaan serangan untuk 'menghilangkan' tersangka teroris - memilih target yang sebagian didasarkan pada perilaku dan rekan mereka. Seorang mantan pejabat Gedung Putih mengatakan Amerika kadang-kadang mengeksekusi orang berdasarkan "bukti tidak langsung."
Tiga mantan pejabat senior pemerintahan Obama juga mengatakan kepada NBC News bahwa beberapa pejabat Gedung Putih khawatir bahwa CIA telah 'terlalu optimis' menggambarkan keberhasilan.
NBC News telah mengkaji dua dokumen rahasia yang menggambarkan 114 serangan pesawat tak berawak lebih dari 14 bulan di Pakistan dan Afganistan, dimulai pada bulan September 2010. Dokumen berisi daftar lokasi serangan, jumlah kematian dan cidera, afiliasi teroris yang dituduhkan, dan apakah yang tewas adalah militan atau bukan.
Meskipun pemerintahan Obama sebelumnya mengatakan pihaknya menargetkan pemimpin Al Qaeda dan para pejabat senior Taliban yang merencanakan serangan terhadap AS dan pasukan AS, pejabat kadang-kadang ragu menyebut afiliasi target. Sekitar setengah dari target dalam dokumen digambarkan sebagai Al-Qaeda. Tapi dalam 26 serangan, terhitung sekitar seperempat dari kematian, mereka yang tewas dijelaskan hanya sebagai "militan lainnya." Sedang empat orang lain, juga tewas dalam serangan itu, digambarkan hanya sebagai "pejuang asing."
Dalam beberapa kasus, para pejabat AS juga tampaknya tidak yakin berapa banyak orang meninggal. Satu entri mengatakan bahwa serangan pesawat tak berawak menewaskan tujuh sampai 10 orang, sementara yang lain mengatakan bahwa serangan bisa menewaskan hingga 20 sampai 22 orang.
Mikha Zenko, dari Council on Foreign Relations, mengatakan bahwa lebih banyak warga sipil dan non-pejuang yang memiliki kemungkinan dibunuh oleh serangan pesawat tak berawak AS. Mantan penasihat kebijakan Departemen Luar Negeri AS yang kini menjadi pakar drone di Council on Foreign Relations ini mengatakan adalah"luar biasa" untuk menyatakan bahwa hanya satu non-pejuang yang tewas. "Ini tidak bisa dipercaya," katanya.
CIA menolak berkomentar, dan Gedung Putih tidak segera menanggapi konfirmasi melalui email yang dikirimkan NBC News.
NBC NEWS | TRIP B
Topik terhangat:
Penembakan Tito Kei | Tarif Baru KRL | Kisruh KJS | PKS Membangkang | Fathanah
Berita lainnya:
Para Wanita ini Mengeluh Terlalu Cantik
Ronaldo Tak Perpanjang Kontrak di Madrid
Tiba di Indonesia, Heitinga: Sebuah Momen Khusus
Cara Van Persie Hilangkan Jenuh di Shangri La
Tak Ada Kerak Telur, Ahok Evaluasi Perda PRJ