TEMPO.CO, Doha — Ketua oposisi Koalisi Nasional Suriah, Ahmed Moaz Alkhatib, mewakili Suriah secara resmi dalam pertemuan Liga Arab di Doha, Qatar, Selasa, 26 Maret 2013. Seluruh pemimpin negara yang hadir dalam pertemuan itu memberikan tepuk tangan meriah saat Alkhatib hendak duduk.
“Ini adalah bagian legitimasi yang telah lama dirampok dari rakyat Suriah,” kata Alkhatib, menanggapi sambutan para pemimpin negara lainnya itu. Bendera Suriah, yang berada di depan meja Alkhatib, pun diganti oleh bendera yang digunakan oleh kelompok oposisi Suriah.
Namun langkah Emir Qatar, Hamad bin Khalifa Al Thani, mengundang Alkhatib sebagai perwakilan Suriah menuai protes dari Damaskus. “Bagaimana mungkin Liga Arab memberikan kursi Suriah kepada bandit dan penjahat.”
Seusai Emir Qatar membuka pertemuan, Alkhatib memperoleh kesempatan perdana untuk menyampaikan pemaparan tentang krisis kemanusiaan serta perang saudara yang masih berkecamuk di Suriah.
Dalam pidato yang sangat emosional, Alkhatib mengungkapkan bahwa perang yang telah berlangsung selama dua tahun itu menewaskan sedikitnya 70 ribu warga, menghancurkan sebagian besar infrastruktur, serta menyebabkan seperempat penduduk Suriah menjadi pengungsi di luar negeri.
“Rakyat Suriah membayar mimpi mereka untuk bebas dengan pertumpahan darah,” ujarnya, geram.
Alkhatib mendesak negara-negara Arab dan Barat berperan mengakhiri konflik berdarah tersebut. Ia bahkan mendesak Amerika Serikat untuk meminjamkan rudal Patriot sebagai senjata perlindungan tentara pemberontak di bagian utara dari serangan pasukan pemerintah Presiden Bashar al-Assad.
"Saya telah berbicara dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry. Dia berjanji akan membahas permintaan kami kepada pemerintah Amerika Serikat,” tutur Alkhatib. Langkah ini pernah dilakukan NATO kepada Turki tahun lalu. Saat itu, NATO meminjamkan rudal Patriot untuk melindungi wilayah udara Turki dari konflik Suriah.
Alkhatib juga membantah bahwa oposisi Suriah akan berubah tidak toleran terhadap kelompok minoritas. Dia menegaskan bahwa rezim Assad justru membunuh ribuan warga Kurdi, Kristen, dan minoritas lainnya. “Apakah dapat Anda terima bahwa rezim Assad menggelar terorisme negara selama dua tahun,” ucap Alkhatib.
AL-JAZEERA | REUTERS | BBC | SITA PLANASARI AQUADINI