TEMPO.CO, Beijing - Bersatu kita teguh, bercerai kawin lagi. Pelesetan peribahasa ini ternyata berlaku di Cina. Setidaknya untuk pekan ini, para pasangan ramai-ramai mendaftarkan perceraian. Bukan karena cekcok atau perselingkuhan, tapi karena pajak properti.
Menurut agen properti Beijing, dalam dua tahun terakhir penjualan rumah naik sekitar 20 persen. Peningkatan penjualan ini mendongkrak harga properti secara gila-gilaan. Pemerintah Cina berniat meredamnya. Caranya dengan membebani pajak penjualan.
Awal Maret 2013 lalu, pemerintah Cina akhirnya mengumumkan kenaikan pajak penjualan rumah bagi pasangan yang memiliki dua rumah. Besarnya kenaikan pajak itu mencapai 20 persen dari nilai keuntungan penjualan rumah. Dengan kenaikan ini, pemerintah berharap dapat mengerem lonjakan harga properti dan mengurangi spekulan properti.
Tapi yang namanya pedagang, selalu saja ada akal. Alih-alih merugi, mereka berpisah sementara dari pasangannya, mengajukan perceraian kepada negara. Setelah membagi harta gono-gini, utamanya dua rumah, mereka pun menjual salah satu rumah itu. Karena satu orang jadinya hanya memiliki satu rumah, penjualan itu tak dikenai pajak tambahan. "Jika urusan jual-beli kelar, mereka akan menikah lagi," tulis situs Telegraph.
Satu penduduk yang mengambil jalan cerai ini adalah pria bermarga Zhang. Kepada istrinya, Zhang menyatakan niat untuk menjual rumah kedua. Sang istri menyarankan mereka bercerai dahulu. "Perceraian adalah cara termudah, dan aku akan menikahinya lagi setelah transaksi selesai," kata Zhang.
Peningkatan angka perceraian dimulai pada Senin, 2 Maret 2013, hari pertama kerja usai pengumuman kebijakan pajak itu. Di Distrik Zhabei, dalam sehari ada 53 pasangan yang mengajukan perceraian. Bahkan sebelum pukul 14.00, pengajuan cerai yang masuk mencapai 42 berkas.
"Ini lonjakan yang sangat besar dibanding hari biasa," kata Direktur Lembaga Registrasi Distrik Zhanbei, Yin. "Kantor registrasi pun terpaksa buka lebih awal, dan kami sampai kelelahan melayani mereka."
Di Distrik Yangpu, seorang wanita hamil mengajukan cerai. Dengan blak-blakan ia mengaku perceraian itu untuk menghindari pajak penjualan properti. Pada hari biasa, distrik ini menerima 10 berkas perceraian. Namun kini jumlah per harinya naik dua kali lipat. Di Distrik Changning, angka perceraian naik 30 persen. Umumnya, alasan formal perceraian-perceraian ini adalah "minimnya kasih sayang".
Wakil Direktur Biro Administrasi Pernikahan, Biro Urusan Sipil Shanghai, Lin Kewu, mengakui kebijakan pajak baru telah mempengaruhi angka perceraian. Namun, mereka menolak membeberkan angka perceraian seluruhnya. Alasannya, ia khawatir berita di media massa justru akan memberikan ide perceraian kepada orang lain untuk menghindari pajak.
Direktur Administrasi Biro Urusan Sipil Shanghai, Dia Zhanbiao, memperingatkan para istri agar tak terlalu percaya dengan suami mereka. Sebab beberapa pria menipu sang istri untuk bercerai dengan dalih pajak. "Namun sebenarnya ia memang ingin pisah dan bertemu dengan wanita simpanannya," ujar Zhanbiao.
Keramaian tak hanya tampak di biro pencatatan sipil. Di pusat-pusat perdagangan real estate di seluruh kota juga terjadi antrean panjang. Misalnya pusat perdagangan Pudong New Area Estate dibanjiri ratusan orang yang ingin bertransaksi.
NUR ROCHMI | SHANGHAI DAILY | TELEGRAPH
Bercinta di Semak, Diterkam Singa
Jenis Kelamin Bayi Kate Terungkap Karena 'Keseleo'
Mendadak Beken karena Jalan 16 Km demi Cari Kerja
Korea Utara Akan Menggelar Serangan 11 Maret
Sultan Sulu Pertanyakan Sikap Manila Soal Sabah