TEMPO.CO, Kuala Lumpur - Setelah dua pekan menduduki sebuah desa di Lahad Datu, Sabah, Malaysia, kelompok yang mengaku mantan tentara Kesultanan Sulu beradu senjata dengan polisi Malaysia.
Dua polisi Malaysia dan 12 kelompok bersenjata Sulu, tewas. Perdana Menteri Malaysia Najib Razak mengatakan kesabarannya sudah habis.
Baca Juga:
Persoalan bermula ketika ratusan orang bersenjata pengikut Sultan Jamalul Kiram III dari Kesultanan Sulu, Filipina Selatan mendarat di Lahad Datu, wilayah timur Sabah Malaysia, sejak 11 Februari lalu. Dipimpin oleh Agbimuddin Kiram, adik Sultan, mereka menuntut pengakuan dan pembayaran kompensasi dari pemerintah Malaysia. Menurut sejarah, Sabah yang sekarang menjadi bagian Malaysia, merupakan wilayah Kesultanan Sulu yang disewakan ke pemerintah kolonial Inggris.
Perdana Menteri Najib, seperti dikutip kantor berita Bernama, mengakui adanya korban jiwa polisi Malaysia. Dia juga mengatakan 10-12 warga Filipina tewas setelah mereka berusaha menerobos pengepungan di Desa Tandou, Lahad Datu, Sabah, yang mereka duduki selama lebih dari dua pekan.
Duta besar Malaysia di Manila , Mohammad Zamri bin Mohammad Kassim dalam pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Filipina Alberto Del Rosario, kemarin siang, menyampaikan masalahnya telah berakhir. Baik pemerintah Malaysia maupun Filipina mengimbau kelompok bersenjata dari Sulu, pulang. Rosario juga meminta akses bagi kapal perang Filipina BRP Tagbanua berlabuh di Lahad Datu untuk mengangkut warganya itu. Sebagian besar anggota kelompok masih dalam pengejaran pasca pertempuran. Polisi Malaysia memberlakukan jam malam di wilayah tersebut.
Baca Juga:
“Jangan uji kesabaran kami, kesabaran kami sudah mencapai batasnya,” kata Najib seperti dikutip Bernama. Kedatangan tentara Sulu di Sabah menempatkan Najib dalam posisi sulit. Apalagi dia akan menyelenggarakan pemilihan raya pada April mendatang. Pihak oposisi mendesak pemerintah segera bertindak.
Juru bicara kelompok bersenjata Sulu, Abraham Idjirani kepada wartawan di Manila mengatakan mereka pindah ke lokasi lain untuk meneruskan perjuangan dan mendesak pemerintah Malaysia memenuhi tuntutan mereka, yaitu pengakuan Malaysia atas tanah milik Kesultanan Sulu. Mereka juga menuntut negosiasi ulang persyaratan awal penyewaan wilayah Sabah oleh Kesultanan Sulu kepada perusahaan dagang Inggris di Abad ke-19. Seorang pejabat Malaysia mengatakan tuntutan kelompok itu mustahil dipenuhi.
REUTERS | INQUIRER | NATALIA SANTI