TEMPO.CO, Kairo - Presiden Mesir Mohammed Mursi menyatakan siap melakukan dialog nasional pada Sabtu, 8 Desember 2012 dengan kelompok-kelompok oposisi guna menurunkan tensi politik yang kiang menegang. Mursi menyampaikan keinginannya itu dalam pidato yang disiarkan televisi secara nasional, Kamis malam waktu setempat, 6 Desember 2012.
Pada kesempatan itu, Mursi juga menyampaikan rasa simpatinya terhadap korban unjuk rasa yang berlangsung, Rabu, 5 Desember 2012. Namun, di bagian lain, di Lapangan Tahrir, pengunjuk rasa meneriakkan penolakannya terhadap Mursi. Mereka meneriakkan yel-yel, "Tinggalkan...Tinggalkan!"
Mursi mengusulkan dilakukannya dialog dengan para pemimpin oposisi, pemuda revolusi, dan tokoh-tokoh lainnya pada Sabtu, 8 Desember 2012 untuk mencari jalan terbaik demi mengurangi ketegangan politik. Akan tetapi, usulan Mursi ini ditolak. Mereka bahkan menggelar unjuk rasa kembali pada Jumat, 7 Desember 2012.
"Gerakan 6 April" yang digerakkan oleh tokoh-tokoh utama Mesir dalam penggulingan Presiden Husni Mubarak mengatakan dalam laman Facebook, unjuk rasa Jumat akan menyampaikan "kartu merah" bagi Mursi.
Krisis politik di Mesir bermula dari dekrit yang dikeluarkan oleh Presiden Mursi pada 22 November 2012 berisi mengenai jaminan kekuasaan lebih luas yang tidak tunduk pada judicial review.
Unjuk rasa mencapai puncaknya pada Rabu, 5 Desember 2012. Akibat unjuk rasa yang tidak terkendali, tujuh orang tewas dan 770 orang lainnya cedera akibat bentrok selama berjam-jam di depan Istana Presiden. Menurut sejumlah saksi mata, pendukung presiden menyerang sekelompok pendukung oposisi yang sedang duduk-duduk di jalanan menggunakan bom molotov, pentungan, dan senjata api.
AJ JAZEERA | CHOIRUL