TEMPO.CO, Teheran - Iran akan tetap melanjutkan program nuklirnya kendati negara itu bakal menghadapi sanksi negara-negara Barat, termasuk berdampak pada melemahnya nilai mata uang, demikian pernyataan Presiden Mahmoud Ahmadinejad.
"Kami tidak akan mundur dari isu nuklir," katanya dalam sebuah acara jumpa pers di Teheran, Selasa, 2 Oktober 2012.
Baca Juga:
"Jika ada seseorang berpikir bahwa mereka sanggup menekan Iran, maka mereka benar-benar salah dan mereka harus mengoreksi kebiasaannya," ujarnya.
Pernyataan Ahmadinejad itu disampaikan terkait dengan akselerasi menurunnya nilai mata uang Iran yang sekarang terjun bebas hingga 80 persen dibandingkan dengan penguatan nilai mata uangnya setahun lalu yang hanya turun 17 persen.
Pada sesi perdagangan mata uang, Selasa, riyal (mata uang Iran) ditutup dengan nilai 36,100 dibandingkan dolar Amerika Serikat.
Baca Juga:
Ahmadinejad mengatakan spekulasi merupakan bagian dari sebuah peperangan ekonomi Barat melawan Republik Islam Iran dan "sebuah perang psikologis terhadap pasar uang."
Iran, katanya lagi, memiliki cadangan mata uang asing yang cukup. Cadangan tersebut diperkirakan mencapai US$ 100 milyar (Rp 962 triliun) pada akhir tahun lalu. "Semuanya berkat lonjakan harga ekspor minyak Iran," kata Ahmadinejad.
Pada bagian lain, Gedung Putih, Selasa, mengatakan para pemimpin Iran saling tuding atas anljoknya nilai mata uang mereka akibat sanksi Amerika Serikat dan internasional yang dipicu oleh semangat Teheran mengembangkan program nuklir.
Juru bicara Gedung Putih, Jay Camey, mengatakan kondisi ekonomi Iran akan cepat memburuk yang juga disebabkan oleh meroketnya harga sembilan bahan pokok di sana. Hal ini merupakan isyarat bahwa pemerintahan Teheran "dalam tekanan."
"Rakyat Iran mengetahui siapa yang mesti bertanggung jawab atas kondisi ekonomi tersebut," ujarnya.
Kementerian Keuangan Amerika Serikat memperkirakan penghasilan Iran akan terpangkas hingga US$ 5 milyar (Rp 48 triliun) per bulan akibat kebijakan ekonomi Barat.
Dalam konferensi media, sikap Ahmadinejad sedikit mengendur sejak menghadiri Sidang Umum PBB di New York. Menurut dia, Iran bisa saja mempertimbangkan melakukan perundingan langsung dengan Amerika Serikat soal isu nuklir.
"Perundingan langsung sangat mungkin, tetapi tergantung pada kondisinya. Saya tidak berpikir kondisi seperti apa, melainkan harus didasarkan pada keterbukaan dan saling menghargai." Dia melanjutkan, "Saya rasa situasi ini bukanlah masa lalu hubungan antara Iran dan Amerika Serikat."
Kelompok garis keras mengritik Ahmadinejad atas sikapnya yang membuka pintu kemungkinan melakukan pembicaraan dengan Amerika Serikat. Mereka juga mengritik mengenai kondisi ekonomi Iran.
Ketua Kamar Dagang Teheran, Yahya Ale-Eshagh, seperti dikutip kantor berita Mehr, mengatakan kondisi (melemahnya) mata uang seperti ini akibat sanksi internasional. Dia juga mengatakan, "Seseorang yang tidak sanggup mengatasi kondisi seperti ini seharusnya tidak melanjutkan pekerjaannya (mundur dari jabatannya)."
Mohammad Bayatian, anggota parlemen di komisi industri dan tambang, seperti diunggah website parlemen icana.ir, mengatakan bahwa parlemen sedang mempersiapkan petisi pertanyaan kepada Presiden. Dia mengatakan petisi itu disampaikan karena Presiden dianggap tidak memperhatikan pertanyaan parlemen atas konfisi pasar mata uang.
AL JAZEERA | CHOIRUL
Berita populer:
Ayah Alawi Belum Maafkan Fitrah
Ini Utang-utang BUMI
Besok, 2 Juta Buruh Mogok Kerja
Bos Bumi Emosi Waktu Curhat Konflik Perusahaan
Pemerintah Siapkan ''Pengganjal'' Jokowi