TEMPO.CO, Jakarta - Senin hari ini, 10 September 2012, adalah peringatan 64 tahun berdirinya Korea Utara. Sejak Perang Dunia II berakhir, Korea memang terbelah menjadi dua wilayah yang masing-masing dikuasai Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Kini, upaya untuk menyatukan kedua saudara yang terpisah ini terus terjadi. Membelotnya ratusan, mungkin ribuan, orang Korea Utara ke Korea Selatan jadi salah satu pemicunya. Kisah Kim Hye-sook ini adalah salah satu contoh bagaimana penduduk di kedua Korea sebenarnya sudah lama ingin bersatu. Berikut ini petikan wawancara Tempo dengan Kim ketika perempuan tangguh 49 tahun ini berkunjung ke Jakarta, Agustus lalu.
Anda melakukan perjalanan ke sejumlah negara, menyampaikan kekejaman Korea Utara yang Anda alami sendiri. Apa yang ingin Anda capai?
Saya merasa aktivitas saya ini membantu mendukung penduduk Korea Utara. Tempat saya ditahan di Korea Utara, Kamp No. 19 dan No. 16 sekarang sudah ditutup. Tahanan di sana sekarang diurus oleh satu lembaga yang mengurus tahanan politik di Korea Utara. Jadi, saya pikir, kegiatan saya dan yang lainnya memberi dampak kepada Korea Utara.
Anda pernah diancam?
Tahun lalu, saya mendapat SMS di telepon seluler saya. Isinya, “Jika kamu mau tetap hidup, kamu harus tutup mulut.” Saya sudah laporkan pada polisi, tapi sampai sekarang tidak jelas siapa pengirimnya. Saya menduga SMS itu datang dari otoritas Korea Utara. Tapi kami tidak tahu pasti.
Apa aktivitas Anda sehari-hari di Korea Selatan?
Waktu masih di Korea Utara, saya bekerja sebagai pekerja tambang selama hampir 15 tahun. Akibatnya, sekarang saya terkena sakit paru-paru. Sejak dirawat di rumah sakit dua tahun lalu, saya dilarang dokter bekerja keras. Jadi saya melukis dan menulis pengalaman hidup saya di Korea Utara. Buku saya tentang Korea Utara berjudul Prison Camp Drown by Tear sudah terbit.
MARIA HASUGIAN
Berita Terpopuler:
Tanda Tanya Ongen di Kasus Munir
Polisi Kejar Pencopet Smartphone Menteri Amir
Malam Ini, Jokowi Wisata Kuliner Bakso Kotak-Kotak
Ditemukan Gambar Yesus di Buku Panduan Haji
Alasan Munir Pilih Garuda Indonesia