TEMPO Interaktif, Pejabat Amerika Serikat dan organisasi Yahudi, baru-baru ini terbang ke Yaman untuk mengecek keberadaan kaum Yahudi di sana. Kabarnya mereka dalam situasi berbahaya, mendapatkan berbagai ancaman termasuk pembunuhan. Tahun lalu, seorang pria Yahudi ditemukan tewas sementara lainnya terancam.
Rabbi Yusuf Musa Salim kini berada di ibu kota Yaman, Sanaa, setelah menghilang dari rumahnya di Yaman Utara.
Ketika ditemui, wajahnya nampak kuyuh. Dia bercerita sambil bercucuran air mata, “Mereka memberi peringatan kepada kami untuk meninggalkan tempat ini selama tujuh hari atau akan membunuh kami,” ujarnya kepada BBC Siaran Dunia, sambil menunjuk kelompok gerakan Shia di utara negara sebagai pelaku ancaman.
“Mereka merusak rumah kami dan meratakannya. Mereka tidak sedikitpun menyisahkan untuk kami, oleh sebab itu kalau kami pergi lantas harus mengenakan apa?”
Tertapi, lanjutnya dengan menangis, Rabbi Yusuf menyerahkan segalanya dengan Yang Di Atas dan tetap hidup dengan tradisi Yauhudi yang sudah ratusan tahun berlaku di sana.
Baca Juga:
Menurut sejarawan Tim Mackintosh Smith, keberadaan komunitas Yahudi di Yaman sudah ada sejak abad ke enam, “Keberadaan mereka di Yaman sudah ada sejak abad ke-6 Masehi,” jelasnya.
“Hal ini kami ketahui dari keberadaan seorang raja Yahudi di sini yakni Dhu Nuwas.”
Mackintosh Smith menambahkan, terwujudnya negara Israel secara efektif berdampak pada terbelahnya komunitas Yahudi di Yaman. Sebab pada 1940, di Yaman terjadi gerakan antiYahudi menyebabkan puluhan ribu Yahudi Yaman dievakuasi ke Israel sebagai bagian dari pengangkutan besar-besaran melalui udara yang dikenal dengan “Operasi Karpet Ajaib”.
Kini, untuk mengatasi kesulitan kaum Yahudi di Yaman, sekelompok Yahudi Amerika Serikat memberikan bantuan US$750,000 atau setara dengan Rp 7,1 miliar. Dana tersebut diserahkan melalui Departemen Luar negeri Amerika Serikat yang digunakan sebagai biaya keluar dari Yaman. Selain dari Amerika Serikat, Israel juga mengorganisir penerbangan untuk mereka. Hingga tahun ini, bantauan yang diterima di Yaman mencapai 20 persen.
Namun, tidak semua Yahudi di Yaman berpikir bagaimana menghabiskan bantuan keuangan tersebut. Rabbi Yusuf Jais misalnya, akan memanfaatkan uang tersebut untuk komunitas Yahudi di Yaman. “Masyarakat memang mendukung kami, etapi terbatas pada membangun sekolah dan mengadakan acara pernikahan, tetapi mereka tidak membantu kami untuk hidup.” Dia katakan, ingin terbang ke Amerika dan tinggal di sana.
Salah seorang yang sekarang tinggal di Amerika Serikat adalah Shaukat Khani. Tiga bulan lalu dia memindahkan seluruh keluarga, termasuk istri dan sembilan anaknya ke New York. “Di sana (Yaman) banyak orang bodoh, mempraktekkan hidup diskrminasi dan banyak pembunuhan. Hidup tidak aman, untuk itulah kenapa kami meninggalkan Yaman,” kata Khani.
Khani juga mengatakan, hidup sebagai Yahudi di Yaman sangat sulit. “Tidak ada yang peduli terhadap anak-anak kami di sekolah dan kami tidak bisa mendapatkan daging sesuai dengan ajaran kami. Di sana juga tidak ada yang peduli terhadap perkawinan.”
Kini, setelah tinggal di Amerika Serikat, Khani sangat bahagia. “Di sini banyak kaum Yahudi dan sekolahan untuk anak-anak kami serta rumah sakit untuk masyarakat.”
“Tuhan bersama Amerika Serikat. Kehidupan kami sangat diperhatikan. Mereka memberikan apa yang rakyat butuhkan.”
BBC | CHOIRUL