TEMPO.CO, Jakarta - Militer Filipina mengklaim telah merebut pusat komando kelompok teror Maute, milisi yang terafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), dalam pertempuran mematikan yang dimulai pada Sabtu, 17 September 2017, di Marawi.
"Kemenangan besar militer ini melemahkan kelompok teroris dengan cara menghancurkan mereka dari pusat komando dan kendali sebelumnya," kata kepala militer Jenderal Eduardo Ano, seperti dikutip dari Channel News Asia, 18 September 2017.
Baca: Duterte Butuh Setahun Akhiri Krisis Marawi
Kolonel Romeo Brawner, wakil komandan gugus tugas yang memerangi milisi Maute dalam operasi militer itu, menuturkan militer telah menghadapi perlawanan terberat dalam menguasai kembali masjid di Marawi.
Penguasaan kembali masjid oleh militer Filipina menjadi pertanda bahwa pertempuran dengan Maute yang berkepanjangan kemungkinan akan segera berakhir.
"Kami yakin kita hampir berakhir. Daerah yang mungkinkan kelompok teroris Maute bisa bergerak mulai menyusut. Kami melihat perlawanan mereka melemah," kata Brawner.
Awalnya, militer Filipina berharap akan menyelamatkan banyak sandera yang ditawan dalam masjid tersebut. Namun, setelah menguasainya, militer tidak menemukan satu pun.
Ratusan ekstremis bersenjata yang mengibarkan bendera hitam ISIS menduduki Marawi, kota dengan warga mayoritas Islam di Filipina yang berpenduduk mayoritas Katolik, pada 23 Mei 2017.
Baca: Militer Filipina Kehabisan Dana Tumpas Maute di Marawi
Pemerintah menyatakan 666 gerilyawan, 147 tentara pemerintah, dan 47 warga sipil terbunuh dalam pertempuran memberangus milisi Maute. Pertempuran ini telah membuat ribuan orang meninggalkan rumahnya.
Presiden Rodrigo Duterte telah mengerahkan ribuan tentara dan memberlakukan darurat militer di bagian selatan negara tersebut untuk menangani krisis itu.
Pasukan keamanan Filipina telah terlibat dalam pertempuran dengan Maute di Marawi selama hampir empat bulan. ISIS ingin menjadikan Filipina sebagai pusat kekuasaannya di Asia Tenggara.
CHANNEL NEWS ASIA | YON DEMA