TEMPO.CO, Jakarta - Bank milik pemerintah Cina mulai membekukan transaksi keuangan dari rekening milik nasabah orang-orang Korea Utara. Menurut sumber perbankan yang dikutip situs South China Morning Post, Ini membuat kerja sama bisnis kedua negara menjadi nyaris mustahil untuk dilakukan.
Cabang dari tiga bank besar pelat merah seperti Bank of China, China Construction Bank dan Agricultural Bank of China, yang terletak di perbatasan timur laut kota Yanji, Provinsi Jilin, telah melarang orang Korea Utara membuka rekening.
Baca: PBB: Ekspor Ilegal Korea Utara Capai Rp 3,5 Triliun dalam 6 Bulan
Saat ini, bank-bank Cina ini masih harus membekukan rekening-rekening itu agar nasabah Korea Utara tidak bisa menarik uang simpanannya. Namun, bank-bank pemerintah ini telah melarang orang Korea Utara menyimpan dana seperti deposito di bank ini.
“Ini bagian dari sanksi internasional terhadap Korea Utara,” kata seorang pegawai bank kepada South China Morning Post pada Sabtu, 9 September 2017.
Baca: YouTube Tutup 2 Saluran Propaganda Korea Utara
Menurut sumber-sumber internal pemerintah Cina yang dikutip media ini, pembatasan aktivitas rekening dan transaksi keuangan milik nasabah Korea Utara menunjukkan pemerintah Cina semakin serius untuk menghentikan ambisi pengembangan teknologi senjata nuklir Korea Utara.
Pembatasan ini ternyata sudah mulai dilakukan di Provinsi Liaoning, yang berbatasan langsung dengan Korea Utara.
Dengan pembatasan aktivitas transaksi perbankan ini, pemerintah Cina berupaya melindungi perbankan nasional dari terkena sanksi ekonomi, yang disponsori Amerika Serikat dan sejumlah negara besar lainnya.
Pada Juni lalu, Presiden AS, Donald Trump, memberi label bank yang beroperasi di perbatasan Timur Laut kota Dandong sebagai bank asing yang aktivitas utamanya melakukan pencucian uang atau money laundering. AS juga telah memberi sanksi sepihak kepada sebuah perusahaan Cina dan dua orang warga negara Cina yang terlibat langsung dalam pengembangan teknologi senjata Pyongyang.
Saat ini, AS sedang berupaya agar Dewan Keamanan PBB mengenakan sanksi berat bagi Korea Utara karena melakukan uji coba nuklir keenamp ada 3 September lalu. Sanksi itu bisa berupa embargo minyak dan pembekuan aset milik pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un.
AS juga meminta Cina untuk menjatuhkan sanksi lebih berat kepada sekutunya Korea Utara. Cina selama ini aktif melakukan perdagangan dengan Korea Utara, yang mencapai 90 persen dari total transaksi perdagangan. Cina juga menjadi penyuplai minyak terbesar ke negara itu. Ini membuat Cina enggan memberikan sanksi berat kepada Korea Utara.
Meski belum menghentikan suplai minyak mentah kepada Korea Utara, transaksi minyak Cina ke negara itu turun drastis sebanyak 75 persen hingga Juli lalu dari total sebelumnya mencapai 29,700 ton pada tahun lalu.
Menurut sumber South China Morning Post, penurunan ini dipicu kesulitan Korea Utara untuk membayar impor minyak mentah karena adanya pembantasan perbankan. Ini membuat harga minyak di Korea Utara menjadi mahal sejak April.
Kepada media Kyodo News pada Juli lalu, pejabat Korea Utara mengatakan aktivitas ekonomi tidak mengalami masalah dan harga-harga tidak naik. Namun mereka mengakui jika pemerintah meminta warga Korea Utara untuk beralih menggunakan transportasi publik dan sepeda untuk menghemat penggunaan bahan bakar minyak.
SCMP | BUDI RIZA