TEMPO.CO, Jakarta - Aung San Suu Kyi, peraih Nobel Perdamaian mendapat kritikan tajam dari masyarakat internasional karena memilih bungkam atas penderitaan etnis minoritas Rohingya di Myanmar. Bahkan deras tuntutan untuk mencabut Nobel yang diterima Suu Kyi.
Petisi online di Change.org yang memuat tuntutan mencabut Nobel yang diterima Suu Kyi telah ditandatangani 404.160 pendukung pada hari Minggu, 10 September 2017.
Namun, sebenarnya apa saja yang berhubungan dengan penghargaan Nobel yang diterima Suu Kyi? Berikut 3 hal penting yang perlu diketahui seperti dikutip dari Asian Correspondent, 7 September 2017.
Baca: Begini Isi Percakapan Suu Kyi - Erdogan Soal Rohingya
1. Alasan utama Nobel dianugerahkan
Komite Nobel menganugerahkan Nobel Perdamaian kepada Suu Kyi tahun 1991 untuk perjuangan anti kekerasan yang dia lakukan untuk demokrasi dan hak asasi manusia dan guna menarik perhatian dunia terhadap pertarungan demi demokrasi dan hak asasi manusia di Burma.
"Penganugerahan Penghargaan Nobel Perdamaian kepada Aung San Suu Kyi untuk menghormati perempuan ini atas perjuangannya yang tak pernah padam dan menunjukkan dukungan bagi banyak orang di dunia ini yang berjuang untuk meraih demokrasi, hak asasi, dan kerukunan etnis melalui cara-cara damai," ujar Komisi Nobel Norwegia dalam pernyataannya.
Komite Nobel menganggap Suu Kyi sebagai simbol penting dalam berjuang melawan penindasan.
Suu Kyi telah ditempatkan sebagai tahanan rumah selama 15 tahun dari 21 tahun hukuman yang seharusnya dia jalani sejak penangkapannyan pada Juli 1989. Ia ditangkap setelah melakukan gerakan untuk memulihkan demokrasi di Myanmar yang dikuasai junta militer saat itu. Ia terpaksa tidak bertemu suami dan anak-anaknya selama bertahun-tahun demi perjuangan demokrasi terwujud di Myanmar. Ini harga yang harus dibayarnya. Dia pun menjadi pahlawan.
Baca: Dinilai Diam Saja, Advokat ini Minta Pencabutan Nobel Suu Kyi
2. Bukan pertama kali orang-orang mendesak Nobel yang diterima Suu Kyi dibatalkan.
Keraguan pada Suu Kyi telah muncul pada awal Mei 2017 ketika ribuan etnis Rohingya mulai mengungsi ke Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Krisis kemanusiaan pun merebak dengan mengungsinya Rohingya keluar dari Myanmar dan ratusan di antara mereka tewas saat menyeberangi lautan menuju negara-negara tetangga Myanmar. Suu Kyi tidak mengutuk sepenuhnya krisis Rohingya ini.
Suu Kyi bukan penerima Nobel Perdamaian yang mengalami situasi kontraversi. Barack Obama, mantan presiden Amerika Serikat dan mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Henry Kissinger juga mendapat ejekan atas Nobel yang diterima. Seperti juga dengan mantan pemimpin Israel Shimon Peres dan Yitzhak Rabin, serta mantan pemimpin Palestina Yasser Arafat.
Namun, bedanya jika Rabin, Arafat, Obama adalah politisi, maka Suu Kyi dianggap dapat menjadi sesuatu yang lain, sesuatu yang lebih, ikon moral, dan jagoan HAM.
Baca: Surat Terbuka Peraih Nobel Kritik Aung San Suu Kyi Soal Rohingya
3. Penghargaan Nobel tidak akan dibatalkan.
Dalam usia sejarah penghargaan Nobel selama 116 tahun, tidak ada satu Nobel pun dicabut atau dibatalkan. Menurut mantan Komisi Nobel, Gunnar Stalstett, komite tidak akan mencabut atau membatalkan Nobel Suu Kyi.
"Tidak mungkin membatalkan, sebab ada aturan di Pasal 10 di Statutes of the Nobel Foundation yang menyatakan: Tidak ada permohonan yang boleh dibuat untuk menentang keputusan badan penganugerahan."
Menurut Maznah Mohamad, seorang associate profesor di National University Singapore untuk Studi Asia Tenggara, pencabutan atau pembatalan Nobel untuk Suu Kyi tidak tepat. Tuntutan ini lebih pada gangguan di tengah tekanan yang lebih banyak yang dihadapi Suu Kyi.
"Saya pikir bukan membatalkan penghargaan sebagai cara yang baik untuk menyelesaikan masalah. Saya pikir isu yang paling segera adalah menyelesaikan masalah," ujar Mohamad menanggapi tuntutan agar Komite Nobel membatalkan penghargaan kepada Aung San Suu Kyi karena bungkam soal penderitaan Rohingya.
ASIAN CORRESPONDENT | MARIA RITA