TEMPO.CO,Hongkong-Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan jumlah pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar ke Bangladesh telah mencapai angka 270.000 orang. Angka ini meningkat pesat sejak Kamis lalu ketika jumlah pengungsi berkisar 164.000 orang.
Para pengungsi tersebut menjejali kamp Cox's Bazar yang sebelumnya telah ditinggali oleh 34.000 pengungsi Rohingya.
"Kapasitas lokasi penampungan sudah tidak mencukupi. Para pengungsi sekarang berjongkok di tempat penampungan darurat dan di lahan yang tersedia di Ukhiya dan Teknaf," kata juru bicara PBB untuk pengungsi, Duniya Aslam Khan seperti dilansir The New York Times pada Jumat, 8 September 2017.
Baca: Derita Rohingya, Kisah Bayi Berumur 20 Hari Ikut Mengungsi
Kebanyakan para pengungsi di Bangladesh adalah perempuan dan anak-anak yang tiba dengan berjalan kaki. Beberapa dari mereka bahkan mencoba menyeberang dengan perahu.
Pekan lalu, setidaknya 46 pengungsi Rohingya ditemukan meninggal dunia di tepi Sungai Naf, yang merupakan batas antara Myanmar dan Bangladesh.
Kaum Rohingya adalah kelompok etnis Muslim yang telah lama mengalami represi oleh pemerintah Myanmar. Sekitar satu juta orang Rohingya tinggal di negara bagian Rakhine di sebelah barat Myanmar. Sebanyak 300.000 hingga 500.000 lainnya tinggal di Bangladesh, tepatnya di kamp pengungsian.
Pemimpin de facto Myanmar, Daw Aung San Suu Kyi menerima kritik dari dunia internasional karena konflik Rohingya yang berlarut-larut. Peraih Nobel Perdamaian ini dikritik karena terkesan mendiamkan tindakan represif yang dilakukan oleh tentara dan mayoritas Budha Myanmar terhadap etnis Rohingya.
Baca: Krisis Rohingya, Amerika Desak Myanmar Berikan Akses ke Rakhine
Beberapa tokoh yang mengkritik Suu Kyi antara lain penerima nobel dari Afrika Selatan Bishop Desmond Tutu dan penerima nobel termuda dari Pakistan, Malala Yousafzai.
Gelombang besar pengungsi Rohingya terjadi setelah bentrok yang terjadi di negara bagian Rakhine pada Jumat, 25 Agustus lalu. Pemerintah mengatakan ada 15 aparat keamanan dan 370 gerilyawan meninggal.
Pemerintah Myanmar menyalahkan kaum Rohingya untuk konflik tersebut. Sementara itu, para pengungsi Rohingya mengatakan sebaliknya. Mereka menatakan militer dan milisi Budha menyerang desa, menusuk dan menembak, dan membakar rumah mereka.
THE NEW YORK TIMES | BUDIARTI UTAMI PUTRI