TEMPO.CO, Yangon - Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi terus mendapat tekanan dari tokoh serta lembaga internasional untuk menghentikan kekerasan terhadap Muslim Rohingya.
Tekanan berlanjut ketika hampir 125.000 warga etnis minoritas itu melarikan diri melewati perbatasan ke Bangladesh hanya dalam waktu lebih dari 10 hari.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres memperingatkan risiko pembersihan etnis dan destabilisasi regional.
Organisasi Internasional untuk Migrasi mengatakan bahwa lembaga itu membutuhkan dana hingga US$ 18 juta untuk membantu pengungsi Rohingya di Bangladesh.
Baca: Surat Terbuka Peraih Nobel Kritik Aung San Suu Kyi Soal Rohingya
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengatakan setelah bertemu dengan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina di Dhaka bahwa Jakarta siap membantu Bangladesh dalam menghadapi krisis tersebut.
Kekerasan terbaru di negara bagian Rakhine di barat laut Myanmar dimulai pada 25 Agustus 2017, ketika gerilyawan Rohingya menyerang puluhan pos polisi dan sebuah pangkalan militer. Bentrokan berikutnya dan serangan balik militer telah menewaskan setidaknya 400 orang dan memicu eksodus penduduk desa ke Bangladesh.
Perlakuan Myanmar yang mayoritas beragama Buddha terhadap kira-kira 1,1 juta Muslim Rohingya adalah tantangan terbesar yang dihadapi Suu Kyi, yang telah dituduh oleh kritikus Barat karena tidak berbuat banyak mengenai minoritas yang telah lama mengeluhkan penganiayaan.
Baca: Pengunjuk Rasa di Kedubes Myanmar Injak Foto Aung San Suu Kyi
Myanmar mengatakan pasukan keamanannya memerangi sebuah kampanye yang sah melawan "teroris".
H T Imam, penasihat politik Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina, mengatakan negara-negara lain dari Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara atau ASEAN dapat bergabung dengan Indonesia dalam memberikan tekanan pada sesama anggota Myanmar.
Malaysia, bahkan telah memanggil dubes Myanmar untuk menyatakan ketidaksenangan atas kekerasan tersebut.
Presiden Turki Tayyip Erdogan, yang mengatakan bahwa kekerasan terhadap Rohingya merupakan genosida. Ia menegaskan kepada Suu Kyi bahwa kekerasan tersebut menjadi perhatian yang mendalam kepada dunia Muslim, dan bahwa dia mengirim menteri luar negerinya ke Bangladesh.
Pakistan, rumah bagi sekitar 350 ribu komunitas Rohingya yang lari dari Myanmar sejak junta militer berkuasa pada periode 1970-an, telah menyatakan "kesedihan mendalam" atas situasi tersebut.
Baca: Bahas Rohingya, Menteri Retno ke Myanmar Temui Aung San Suu Kyi
Sekitar 210.000 orang Rohingya mencari perlindungan di Bangladesh sejak Oktober, ketika gerilyawan Rohingya melakukan serangan lebih kecil terhadap pos-pos keamanan, memicu serangan balik militer Myanmar.
Di antara mereka yang berbicara menentang kekejaman yang dilakukan terhadap kelompok etnis tersebut adalah Pemenang Hadiah Nobel Perdamaian dari Pakistan, Malala Yousafzai.
Malala bergabung dengan jutaan komunitas Muslim dari seluruh Asia yang telah menyuarakan kemarahan dan mencela Suu Kyi yang diam saja menyaksikan penindasan terhadap minoritas Rohingya. Dia juga mendesak agar kekerasan di Rakhine segera dihentikan.
CHANNEL NEWSASIA | REUTERS | YON DEMA