TEMPO.CO, Jakarta -New York— Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Gutteres mendesak pemerintah Bangladesh untuk terus menerima warga Muslim Rohingya yang melarikan diri dari kekerasan pemerintah Myanmar.
Di Bangladesh, penjaga perbatasan mencoba untuk menghalau masuk ribuan pengungsi Rohingya yang tiba di dekat desa Gumdhum.
"Menyadari bahwa Bangladesh telah dengan murah hati menjamu pengungsi dari Myanmar selama beberapa dekade, Sekretaris Jenderal meminta pihak berwenang untuk terus mengizinkan Rohingya yang melarikan diri dari kekerasan untuk mencari keamanan di Bangladesh,” kata juru bicara Gutteres, Stephane Dujarric seperti dilansir Sputnik pada Selasa 29 Agustus 2017.
Dujarric, juga menyatakan Guterres sangat mengutuk kekerasan di negara bagian Rakhine di Myanmar.
Baca: Kronologi Pemberontak Rohingya Serang 24 Pos Polisi Myanmar
"Sekretaris Jenderal sangat prihatin dengan laporan warga sipil yang tewas dalam operasi keamanan di Negara Bagian Rakhine.”
Guterres, menurut Dujaric, kembali mengulangi pentingnya menangani akar penyebab kekerasan, dan menekankan tanggung jawab untuk membantu orang-orang yang membutuhkan dan memastikan keamanan warga Rohingnya terletak pada Pemerintah Myanmar.
Dari Jenewa, pejabat tinggi hak asasi manusia PBB meminta pihak berwenang di Myanmar memastikan bahwa pasukan keamanan menahan diri untuk tidak menggunakan kekuatan yang tidak proporsional terhadap Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine.
Zeid Raad al-Hussein, Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa- Bangsa untuk Hak Asasi Manusia, mengecam serangan terkoordinasi oleh gerilyawan pada pasukan keamanan Jumat lalu, tetapi mengatakan bahwa pimpinan politik memiliki kewajiban untuk melindungi semua warga sipil "tanpa diskriminasi".
Lebih dari 8.700 orang Rohingya telah melarikan diri dari Myanmar ke Bangladesh sejak serangan tersebut, kata Zeid dalam sebuah pernyataan. "Kejadian ini menyedihkan. Hal itu bisa diprediksi dan bisa dicegah."
Baca: Militer Myanmar Bunuh Kaum Rohingnya Termasuk Bayi
Rakhine sering mengalami bentrokan antara Muslim Myanmar dan Budha. Konflik tersebut berkobar pada tahun 2012 dengan serangkaian kerusuhan, ditambah eskalasi lainnya yang dimulai tahun lalu.
Sekitar 1,1 juta Rohingya tinggal di negara bagian Rakhine di Myanmar, namun ditolak kewarganegaraannya dan menghadapi pembatasan perjalanan yang berat. Banyak umat Buddha di Myanmar menganggap mereka sebagai imigran ilegal dari negara tetangga Bangladesh.
SPUTNIK | REUTERS | SITA PLANASARI AQUADINI