TEMPO.CO, Kabul - Taliban membebaskan 235 warga desa yang disandera setelah para pemberontak menahan dan menguasai sebuah desa di Provinsi Sar-e-Pul, Afganistan utara
"Warga dari Desa Mirza Olang telah tiba di Sar-e-Pul, kota utama di provinsi meskipun ada bebeberapa warga lainnya masih bersama Taliban," kata Zahir Wahdat, Gubernur Provinsi.
Wadat lebih lanjut menambahkan, dia menunggu pasukan tambahan tiba selama beberapa hari karena pasukan keamanan akan segera mulai melakukan operasi pembersihan guna menguasai kembali desa tersebut.
Baca: Jenderal Dostum: Afganistan Lemah Hadapi Pembunuhan Massal
Taliban dan ISIS dikabarkan telah membunuh sekitar 50 pria, wanita dan anak-anak di Disrik Sayad, sebelah utara Provinsi Sar-e-Pul pada Sabtu, 5 Agustus 2017, setelah mengalahkan milisi dukungan pemerintah dalam perang 48 jam.
Peperangan dimulai pada Kamis pekan lalu saat sebuah pos pemeriksaan yang diawasi oleh polisi setempat diserang.
Dua hari kemudian, militan memasuki desa tersebut dan membunuh warga, terutama kelompok Syiah, dalam cara yang brutal dan tidak manusiawi, menurut seorang juru bicara provinsi.
Namun, Taliban berkali-kali membantah dituding bertanggung jawab atas serangan tersebut. Kelompok ini juga menolak sejumlah kabar yang menyebutkan telah bergabung dengan ISIS di Afganistan.
Presiden Afganistan Ashraf Ghani mengutuk pembunuhan tersebut seraya menggolongkannya sebagai kejahatan perang.
"Aksi ini benar-benar barbar terhadap pelangaran hak asasi manusia dan sebuah kejahatan perang," kata Ghani melalui sebuah pernyataan yang dikeluarkan Ahad, 6 Agustus 2017.
Pertempuran telah meningkat di seluruh Afganistan dalam beberapa bulan terakhir. Lebih dari 1.662 warga sipil terbunuh dalam setengah tahun ini, menurut angka yang dirilis oleh PBB.
Seorang sumber keamanan Afganistan mengatakan, masih ada sekitar 100 sandera yang ditahan di Mirzawalang yang terletak di Distrik Sayad, Provinsi Sar-e-Pul, setelah para pemberontak menguasainya pada akhir pekan.
Warga Distrik Sayad di Provinsi Sar-e-Pul melakukan perlawanan sengit terhadap kelompok pemberontak selama dua tahun. Mereka kerap mendapatkan tekanan dari Taliban.
ARIANA NEWS | BBC | CHOIRUL AMINUDDIN