TEMPO.CO, Tel Aviv - Kelompok hak asasi manusia, jurnalis, dan sejumlah organisasi media mengutuk keputusan Israel menutup kantor biro Al Jazeera di Yerusalem. Amarah para pewarta itu meletup setelah Menteri Komunikasi Israel, Ayoub Kara, pada Ahad, 6 Agustus 2017, mengusulkan penutupan kantor Al Jazeera dan mencabut izin liputan media baik yang berbahasa Arab maupun Inggris kepada Parlemen, Knesset.
Baca: Krisis Qatar Berlanjut, Al Jazeera Alami Peretasan Besar-Besaran
"Al Jazeera menolak keputusan pemerintah Israel, yang mengaku satu-satunya negara demokratis di Timur Tengah, menutup kantor bironya di Yerusalem" bunyi pernyataan Al Jazeera. "Alasan Menteri Komunikasi Israel mencari pembenaran tindakannya adalah aneh dan bias," tambahnya.
Baca: Wartawan Aljazeera Naik Pitam dalam Debat Clinton vs Trump
Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) mengatakan, Israel seharusnya meninggalkan cara-cara yang tidak demokratis dan membiarkan para jurnalis melakukan tugasnya melaporkan berbagai peristiwa secara bebas di negara tersebut termasuk di daerah pendudukan.
"Sensor terhadap Al Jazeera atau penutupan kantor biro lembaga penyiaran itu tidak akan membawa stabilitas kawasan, tetapi justru menempatkan Israel sebagai musuh terhadap kebebasan pers," kata Sherif Mansour, Koordinator CPJ Timur Tengah dan Afrika Utara.
Sikap asosisai hak-hak sipil di Israel setali tiga uang dengan CPJ. Lembaga ini mengutuk keras tindakan Menteri Komunikasi atas penutupan Al Jazeera di Yerusalem.
AL JAZEERA | CHOIRUL AMINUDDIN