TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyetujui kesepakatan baru untuk memberikan sanksi kepada Korea Utara atas program uji coba rudal balistik. Dengan suara bulat, PBB melarang ekspor dan membatasi investasi untuk Korea Utara.
"Hari ini Dewan Keamanan telah berkumpul untuk membicarakan kediktatoran Korea Utara. Tindakan Korea Utara yang tidak bertanggung jawab dan cerobo itu telah terbukti merugikan,” ujar Duta Besar Atmerika Serikat untuk PBB, Nikki Haley, Sabtu 5 Agutus 2017.
Haley mengatakan keputusan tersebut merupakan sanksi paling ketat yang pernah ada. Korea Utara diperkirakan mengekspor sekitar US$ 3 miliar barang setiap tahunnya ke Cina.
Cina menjadi salah satu negara yang mendukung sanksi tersebut. Akibatnya, Korea Utara diprediksi bisa kehilangan sepertiga pendapatannya atau US$ 1 miliar dari perdagangan itu.
Resolusi yang dirancang oleh AS itu melarang ekspor batu bara, besi, bijih besi, timah hitam, dan makanan laut Korea Utara. Dalam kesepakatan itu, PBB juga melarang setiap negara meningkatkan jumlah pekerja Korea Utara yang bekerja di luar negeri, melarang kerja sama baru dan investasi baru dengan Korea.
Pyongyang yang telah menguji dua rudal balistik antar benua pada Juli lalu, mengklaim bahwa pihaknya sekarang memiliki kemampuan untuk menyerang AS. Namun, sejumlah ahli meragukan kemampuan rudal untuk mencapai target mereka. Rencana tersebut dikutuk oleh Korea Selatan, Jepang dan Amerika Serikat, dan mendorong penyusunan sanksi baru PBB tersebut.
China, satu-satunya sekutu Korea Utara dan anggota Dewan Keamanan PBB yang memegang hak veto, akhirnya memilih resolusi tersebut. Duta Besar China, Liu Jieyi, mengatakan bahwa resolusi tersebut menunjukkan bahwa dunia telah bersatu dalam soal posisi nuklir di semenanjung Korea.
Namun, China dan Rusia mengecam juga tindakan AS terhadap sistem pertahanan rudal THAAD di Korea Selatan. Duta Besar China U.N. Liu Jieyi menyerukan penghentian penempatan dan peralatan apapun di sana.
BBC | REUTERS | LARISSA