TEMPO.CO, Seoul - Pertumbuhan ekonomi Korea Utara mengalami perkembangan sangat pesat dalam 17 tahun terakhir meski Dewan Keamanan PBB menghukum negara itu dengan sanksi terberat akibat peluncuran uji coba senjata nuklirnya.
Menurut Bank Sentral Korea Selatan, produk domestik bruto (gross domestic product/GDP) Korea Utara tahun 2016 sebesar 3,9 persen. Angka itu naik dari tahun sebelumnya saat ekonomi terkontraksi dengan jatuhnya harga komoditas.
Baca: Kim Jong-un Diam-diam Rekam Kualitas dan Pengepakan Produk
Menurut data Bank Korea, mengutip Channel News Asia pada 21 Juli 2017, GDP Korea Utara 2016 sebesar US$ 28,50 miliar. Sedangkan GDP Korea Selatan pada tahun yang sama mencapai US$ 1,34 triliun.
Adapun ekspansi ekonomi Korea Utara yang didorong produk pertambangan dan energi mengalami kenaikan terbesar sejak 1999 yang saat itu nilainya 6,1 persen.
Korea Utara dengan mitra dagang terbesarnya, Cina, juga telah mendorong ekspor naik menjadi 4,6 persen. Pada 2013, ekspor Korea Utara sempat mencapai 11,8 persen, yang kemudian jatuh terpuruk.
Sektor pertambangan dan manufaktur merupakan yang terbesar dalam industri Korea Utara atau 33,2 persen pada tahun lalu.
Baca: AS Blacklist Bank Cina Gara-gara Bantu Korea Utara
Selain itu, impor Korea Utara meningkat mencapai 4.8 persen atau setara dengan US$ 3,73 miliar. Terutama impor pembelian produk pembangkit dan tekstil.
Korea Utara dijatuhi sanksi internasional oleh PBB pada 2006 atas peluncuran uji coba rudal balistik dan program nuklirnya. Pada Februari lalu, Cina juga melarang semua impor batu bara dari Korea Utara.
Selain sanksi dari PBB, Korea Selatan juga memutuskan menutup kawasan industri Kaesong di Korea Utara setelah uji coba roket jarak jauh pada Februari lalu. Selama ini, kawasan Kaesong dianggap sebagai jembatan rekonsiliasi Korea Utara dan Korea Selatan.
CHANNEL NEWS ASIA | MARIA RITA