TEMPO.CO, Hebron - Petang itu, Jumat, 7 Juli 2017, perhatian Abed Abu Eisha lurus ke depan layar televisi menyimak berita perdebatan sidang UNESO di Warsawa, Polandia, soal kota tua Hebron yang akan dijadikan warisan dunia.
Lelaki 22 tahun tersebut sangat serius mengikuti berita tersebut terutama utusan Israel, negeri seteru Palestina, menentang Hebron dijadikan situs kota tua warisan dunia.
Saat itulah hari bersejarah bagi rakyat Palestina karena lembaga PBB tersebut akhirnya memutuskan Hebron menjadi warisan dunia yang harus dilindungi.
Tak lama kemudian, kegembiraan Abu Eisah dan seluruh rakyat Palestina meledak menyambut keputusan UNESCO: Hebron menjadi warisan dunia.
Baca: Disebut Jajah Masjid Al-Aqsa, Ini Tindakan Israel ke UNESCO
"Tentu saja saya sangat bahagia," kata Abu Eisha. "Ketika Anda melihat bahwa budaya Anda dikenal orang di seluruh dunia."
"Kami ini begitu kecil, masyarakat kecil," tambahnya. "Tidak ada yang melihat kehidupan atau budaya kami. Tidak ada yang melihat bagaimana kehidupan kami di sini, sehingga pengakuan dunia terhadap kami adalah sesuai yang sangat spesial."
Di Kota Tua Hebron yang terletak di wilayah Tepi Barat, Palestina, terdapat situs tua milik umat muslim Masjid Ibrahimi. Di lokasi ini, warga Yahudi mengklaim sebagai makam leluhur mereka.
Menurut klaim umat Yahudi, di Masjid Ibrahimi yang dibangun pada abad 14 itu terdapat makam Ibrahim yang menjadi leluhur mereka dan umat muslim.
Keputusan UNESCO lainnya adalah menetapkan kota tua Hebron dalam kondisi bahaya sehingga lembaga tersebut harus menyiapkan dana ekstra untuk perawatan serta mengirimkan tim PBB setiap tahun untuk mengevaluasi.
AL JAZEERA | CHOIRUL AMINUDDIN