TEMPO.CO, Moskow - Rusia siap mengusir sekitar 30 diplomat Amerika Serikat dan merebut properti negara itu sebagai pembalasan atas sanksi Washington.
Seperti dilansir Russia Today , Rabu 12 Juli 2017, informasi terkait ancaman tersebut datang dari Kementerian Luar Negeri Rusia, selain mengutip pernyataan serupa beberapa pejabat Rusia lainnya baru-baru ini.
“Situasi ini sangat memuakkan. Bagaimana mungkin Amerika Serikat sebagai negara yang mengaku mematuhi hukum internasional melakukan hal ini,” kata Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov, merujuk pada penutupan dua konsulat serta pengusiran 35 diplomatnya di rezim Presiden Barack Obama.
Baca: AS Longgarakan Sanksi terhadap Intelijen Rusia
Lavrov mengakui Rusia tengah mempertimbangkan langkah balasan, meski menolak menyebutkan secara detail ancamannya.
Baca Juga:
Detail ancaman terbaru justru dilansir surat kabar pro-Kremlin, Izvestia. Informasi ini diduga dirancang untuk meningkatkan tekanan pada Washington, menjelang pembicaraan Amerika Serikat-Rusia mengenai masalah ini.
“Jika dalam pertemuan antara Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Ryabkov dan Wakil Menteri Luar Negeri AS untuk Urusan Politik Thomas Shannon in St. Petersburg tidak tercapai kata sepakat soal gedung konsulat dan diplomat, langkah balasan akan diterapkan,” ujar seorang diplomat Rusia kepada Izvestia.
Sumber yang tidak disebutkan namanya mengatakan kepada Izvestia bahwa sebagai pembalasan, Rusia dapat merebut dacha (vila negara) di Serebryany Bor, barat laut Moskow, dan sebuah gudang Amerika yang juga terletak di kota itu.
Ancaman Rusia itu dilakukan setelah pada Desember 2016, pemerintahan Obama mengusir 35 diplomat Rusia dan menutup dua gedung konsulat yang diduga dijadikan sebagai pusat intelijen Kremlin di Amerika.
Baca: Presiden Putin Tak Akan Balas Pengusiran Diplomatnya oleh AS
Selain mengusir 35 diplomat Rusia dari Washington dan San Francisco, pemerintahan Obama memberlakukan sanksi terhadap sembilan entitas dan individu termasuk badan intelijen GRU dan FSB Rusia. Langkah tersebut merupakan tanggapan terhadap dugaan campur tangan Rusia dalam pemilihan umum presiden Amerika.
Jika ancaman Rusia benar-benar dilaksanakan, hal ini akan memperburuk hubungan kedua negara yang tengah menghangat setelah pertemuan perdana Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan koleganya Vladimir Putin di sela-sela KTT G20 di Hamburg, Jerman, pekan lalu.
RUSSIA TODAY | BBC | YON DEMA | SITA