TEMPO.CO, Caracas - Presiden Venezuela, Nicolas Maduro mengutuk keras serangan berdarah yang dilakukan para pendukungnya terhadap anggota parlemen oposisi.
Berbicara di sela-sela parade militer di Caracas, Maduro mengecam serangan Rabu, 5 Juli 2017 di parlemen. "Saya benar-benar mengutuk perbuatan ini. Saya tidak akan pernah terlibat dalam tindakan kekerasan apapun," kata Maduro, seperti yang dilansir Sky News pada 6 Juli 2017.
Dia menambahkan bahwa telah memerintahkan penyelidikan terhadap seragan yang melukai sedikitnya 7 anggota parlemen oposisi. "Saya telah memerintahkan penyelidikan, dan akan ada pengadilan untuk itu," katanya.
Baca: Krisis Venezuela, Helikopter Lempar 4 Granat ke Mahkamah Agung
Pernyataan Maduro tersebut sekaligus mematahkan tudingan sebelumnya yang menyebut ia mendukung serangan itu. Suksesor Hugo Chaves tersebut sempat dilaporkan memberikan pernyataan mendukung serangan terhadap gedung parlemen oleh sekitar 100 orang tersebut.
Beberapa negara asing, termasuk Amerika Serikat juga mengutuk serangan berdarah terhadap gedung parlemen nasional Venezuela oleh pendukung Presiden Nicolas Maduro.
Dalam siaran pers, Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat mengatakan, pemerintah Venezuela harus secepatnya melindungi anggota parlemen dan memberikan pengobatan terhadap korban serangan yang mengalami luka-luka.
Serangan ini merupakan ledakan kekerasan terbaru dalam serangkaian demonstrasi, baik yang pro maupun kontra pemerintah, yang sejauh ini telah menewaskan 91 orang sejak April 2017.
Simak: Pilot Helikopter Penyerang Mahkamah Agung Venezuela Diburu
Para demonstran anti-pemerintah menyalahkan Maduro atas krisis ekonomi negara tersebut, namun pendukungnya menegaskan bahwa kekacauan tersebut merupakan hasil konspirasi kapitalis yang didukung Amerika Serikat oleh pihak oposisi.
Kekacauan diperparah setelah presiden Maduro yang mendapat dukungan militer berencana membentuk sebuah majelis untuk menulis ulang konstitusi negara sosialis itu. Sebuah langkah yang dianggap oposisi untuk membuatnya tetap berkuasa.
REUTERS|SKY NEWS|YON DEMA