TEMPO.CO, Washington - Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Kamis, 1 Juni 2017, mengeluarkan surat perintah menunda pemindahan kedutaan besar dari Tel Avi ke Yerusalem meskipun pemindahan itu dijanjikan pada kampanye pemilihan presiden.
Setelah melalui perdebatan sengit di pemerintahannya selama berbulan-bulan, akhirnya Trump memilih melanjutnya kebijakan pendahulunya yakni mengesampingkan Undang-Undang 1995 dan menunda pemindahaan kedutaan ke Yerusalem.
"Pemindahan kedutaan ke Yerusalem akan mempersulit Trump memulai kembali perundingan damai Israel-Palestina yang sempat macet," tulis Reuters, Kamis.
Gedung Putih mengerti bahwa keputusan meunda pemindahan kedutaan ke Yerusalem mengecewakan sekutu dekat AS, ISrael. Namun demikian, keputusan itu tidak akan mengurangi rencana AS meskipun beberapa pejabat AS tidak yakin ada jadwal tetap soal pemindahan tersebut.
"Pertanyaannya adalah, kapan pindah?" kata Gedung Putih dalam sebuah pernyataan.
Para pemimpin palestina, negara-negara Arab dan sekutu Barat mendesak Trump untuk tidak memindahkan kedutaan AS ke Yerusalem. Bila pemindahan itu benar terjadi maka AS telah mengakui Yerusalem secara keseluruhan menjadi ibu kota Israel.
"Meskipun Israel kecewa karena pemindahan kedutaan AS ditunda, kami tetap menghargai persahabatan yang ditunjukkan Presiden Trump terhadap Israel dan komitmennya memindahkan kedutaan di masa depan," kata Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.
REUTERS | CHOIRUL AMINUDDIN